REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara tentang perang saudara yang masih berlangsung di Suriah dan pemberontakan di Libya.
Presiden Erdogan mengatakan "Karena semua orang fokus pada pandemi, rakyat Suriah yang tertindas terus menderita."
Sejak 2011, perang saudara Suriah telah menewaskan ratusan ribu orang dan menelantarkan lebih dari 10 juta, menurut perkiraan PBB.
Tentang konflik di Libya, Erdogan berkata: "Pasukan Haftar, [Khalifa] Haftar, terus menyerang rakyat mereka sendiri dan mengguncang negara dan wilayah itu."
Menyusul penggulingan mendiang penguasa Muammar Gaddafi pada 2011, pemerintah Libya didirikan pada 2015 di bawah kesepakatan politik yang dipimpin PBB.
Pemerintah Libya, juga dikenal sebagai Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA), telah diserang oleh pasukan bersenjata panglima perang Haftar sejak April 2019, dengan lebih dari 1.000 tewas dalam kekerasan.
"Sayangnya, darah dan air mata terus tumpah di bulan suci Ramadhan di seluruh dunia Islam," kata Erdogan.
“Saudara-saudari kita yang tinggal di negara-negara Barat menderita serangan rasis, Islamofobik baru hampir setiap hari."
"Pandemi Covid-19 kembali mempertanyakan utilitas dan keandalan organisasi internasional terhadap ancaman global," katanya.
Erdogan kembali menegaskan kembali seruan untuk mendesain ulang sistem global secara adil, yang disebut sebagai 'dunia lebih besar dari lima'.