REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan mengatur atau menutup perusahaan media sosial setelah Twitter melampirkan peringatan cek fakta pada beberapa cicitannya.
Trump menuduh platform media sosial tersebut bertindak bias. "Partai Republik merasa bahwa platform media sosial benar-benar membungkam suara-suara konservatif. Kami akan sangat mengatur atau menutupnya, sebelum kami membiarkan hal ini terjadi," katanya.
Kepala negara dengan lebih dari 80 juta pengikut di Twitter itu menyatakan, akan mengatur kegiatan media sosial. Dia memang tidak menunjuk langsung Twiiter, tetapi pernyataan sangat jelas merujuk pada keputusan Twitter sebelumnya.
Ancaman Trump untuk menutup platform seperti Twitter Inc dan Facebook cukup kuat. Saham kedua perusahaan jatuh.
Twitter untuk pertama kalinya memasang label cek fakta pada kicauan Trump setelah dia membuat klaim tidak berdasar tentang pemungutan suara pada Selasa (26/5). Dalam unggahan sehari berikutnya, presiden dari Partai Republik itu kembali mengecam tentang surat suara. Dia mengeklaim pemilih yang tidak memenuhi syarat bisa mendapatkan surat suara.
Juru Bicara Gedung Putih, Kayleigh McEnany mengatakan, Trump akan menandatangani perintah eksekutif segera mengenai perusahaan media sosial. Twitter dan Facebook menolak mengomentari cicitan Trump.
Dalam beberapa tahun terakhir, Twitter telah memperketat kebijakannya. Langkah itu dilakukan setelah ada kritik bahwa Twitter lepas tangan pada akun palsu dan informasi yang salah berkembang.