REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Selandia Baru menjadi salah satu negara yang sukses meredam penyebaran Covid-19. Terbukti, ketika total kematian di Amerika Serikat mencapai 100 ribu jiwa, di Selandia Baru justru tidak terdapat kasus baru selama lima hari sebelumnya.
Dikutip dari Science Alert, sejumlah ahli menilai ada sejumlah penyebab tidak meluasnya virus tersebut di Selandia Baru. Pertama, Selandia Baru melakukan lockdown dari awal.
Selandia Baru mengeluarkan kebijakan lockdown lebih cepat. Sejak 3 Februari 2020 Selandia Baru telah memberlakukan pembatasan perjalanan bagi warganya. Selandia kemudian mengumumkan kasus pertamanya pada 28 Februari dan mengonfirmasi 102 kasus positif Covid-19. Dua hari setelahnya pembatasan dinaikkan menjadi level 4.
"Setidaknya untuk Selandia Baru, hal tersebut merupakan tindakan yang relatif cepat pada tahap awal," kata pakar kesehatan Universitas Otago di Selandia Baru Nick Wilson.
Kedua, warga mematuhi aturan berdiam diri di rumah. Keberhasilan Selandia baru dalam mencegah penyebaran Covid-19 salah satunya yaitu patuhnya masyarakat dengan imbauan berdiam diri di rumah. Kebijakan tersebut dinilai berhasil menurunkan jumlah kasus dalam waktu 10 hari setelah lockdown.
Ketiga, negara ini melakukan pelacakan pengujian virus. Menurut CBS, Selandia Baru melakukan 267.435 pengujian virus corona pada 20 Mei. Pemerintah setempat juga merilis aplikasi pelacak Covid-19. Meskipun lebih telat dibanding Singapura, aplikasi tersebut dinilai berhasil mengurangi penyebaran virus.
Keempat, gaya komunikasi Perdana Menteri Selandia dinilai baik dan dipercaya publik. Wilson menilai Selandia Baru memiliki seorang perdana menteri yang merupakan seorang komunikator yang baik dan dipercayai masyarakat.
Hal tersebut justru berbeda dengan pernyataan yang dilontarkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait Covid-19. Selain itu Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern juga dipuji publik karena memutuskan memotong gajinya 20 persen selama enam bulan untuk membendung dampak penyebaran Covid-19.