Kamis 04 Jun 2020 01:13 WIB

Palestina Mau Bicara dengan Israel Jika Ditengahi Rusia

Palestina menyatakan percaya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Menlu Palestina Riyad al-Maliki
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Menlu Palestina Riyad al-Maliki

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Maliki menyampaikan para pemimpin Palestina akan terbuka memulai kembali pembicaraan dengan Israel jika penengahnya adalah Rusia. Palestina menyatakan percaya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Kami percaya dengan Presiden (Rusia) Vladimir Putin dan yakin bahwa pertemuan seperti itu akan membuahkan hasil, dan berhasil membawa kami kembali ke perundingan, serta menghentikan rencana Israel untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat yang diduduki," kata Al-Maliki sebagaimana dilansir dari Arab News, Rabu (3/6).

Baca Juga

Al-Maliki mengatakan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah dua kali menggagalkan rencana Rusia untuk mengadakan diskusi di Moskow. Padahal, Palestina bersedia melakukan pembicaraan dengan Israel melalui konferensi video di bawah naungan Rusia.

Ofer Zalzberg, seorang analis senior di International Crisis Group, kepada Arab News menilai, sebetulnya Rusia telah terlibat secara terpisah dengan Gedung Putih dan Ramallah untuk menghentikan atau menunda rencana aneksasi kontroversial Israel. Netanyahu mengancam akan mengimplementasikannya pada 1 Juli.

"Poin yang menonjol tampaknya apakah rencana Trump harus menjadi pusat diskusi. Tidak cukup hanya menyetujui soal siapa yang menengahi pembicaraan, baik itu Rusia atau yang lain. Karena substansi pembicaraan itu yang penting," katanya.

Zalzberg melanjutkan, para penentang aneksasi sedang menunggu para pemimpin Palestina untuk mengusulkan rencana dan agenda perdamaian mereka sendiri. Para penentang tersebut juga merasa frustrasi karena tidak ada rencana ataupun agenda perdamaian di masa yang akan datang.

Upaya lain juga sedang dilakukan untuk bisa bertemu dengan para pemimpin utama Arab termasuk Raja Abdullah dari Yordania, untuk membujuk mereka bahwa aneksasi akan merusak peluang perdamaian. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement