Artikel ini diproduksi oleh ABC Indonesia.
Pandemi COVID-19 telah membawa perubahan dalam hidup seorang pria Australia. Dari sebelumnya sama sekali tidak mengenal tetangga sekitar rumahnya, kini ia akrab dengan sekitar 90 orang tetangganya.
Jack Begbie sebelumnya berpikir berkenalan dengan tetangga adalah hal yang aneh, meski ia tinggal di pinggiran kota di Sydney, yang biasanya warganya lebih ramah dibandingkan warga kota besar.
"Orang yang tidak dikenal itu menakutkan. Dulu saya berpikir, 'kenapa perlu berkenalan dengan orang-orang baru di kompleks rumah padahal saya sudah tinggal di sana selama tiga tahun?'," ungkapnya sambil bercanda.
"Maksudnya, sekilas, ide berkenalan itu kedengarannya aneh, walaupun sebenarnya adalah yang paling bijaksana."
Jack mengatakan ia biasanya berinteraksi dengan menyap 'hai' atau menganggukan kepala ketika bertemu di jalan. Namun, semuanya berubah setelah pandemi menyerang.
Tiga tahapan pelonggaran di Australia
Pelonggaran aturan pembatasan pergerakan aktivitas di Australia akan dilakukan secara bertahap.
Khawatir akan kondisi tetangga karena COVID-19
Barulah ketika pandemi COVID-19, ia harus menghabiskan lebih banyak waktu di rumah dan mulai memikirkan keadaan para tetangganya.
"Saya merasa mungkin ini adalah saatnya mulai mengenal beberapa orang di sekitar rumah, untuk berjaga-jaga bila sesuatu tiba-tiba terjadi kepada saya," kata dia.
"Ketakutan saya adalah bagaimana kalau misalnya ada lansia berumur 80 tahunan yang tiba-tiba sakit dan tidak ada yang mengetahuinya. Saya ingin memastikan ini tidak terjadi," ujar Jack.
"Jadi saya pikir, 'mungkin ini saatnya kita menjangkau dan memastikan semua orang baik-baik saja'".
Dilatarbelakangi alasan tersebut, Jack mendapat ide untuk menciptakan sebuah komunitas kecil untuk memastikan setiap orang dapat memperhatikan keadaan satu sama lain.
Ide tersebut dituangkan ke dalam sebuah kertas berisi pesan yang ia ketik, kemudian diletakkan di kotak pos para tetangganya.
Dalam waktu singkat, 320 rumah tangga di daerahnya tergabung dalam kelompok yang ia buat di Facebook tersebut.
"Tiga atau empat orang di komplek kami sampai menelpon saya dan bertanya, 'Hai, saya tidak punya Facebook. Tapi apakah boleh kalau saya menambahkan cucu atau keponakan saya di dalam kelompok itu untuk tahu apa yang didiskusikan?" cerita Jack.
"Biasanya kita tidak akan melakukan hal seperti ini dalam situasi normal, misalnya ketika ada orang yang mengirimkan surat berbunyi 'Hai, mari gabung kelompok di Facebook'," katanya.
"Reaksi Anda pasti adalah 'Saya tidak perlu kan melakukannya? Saya sudah punya banyak masalah dalam hidup. Kenapa saya harus menerima banyak notifikasi dan berhubungan dengan kelompok orang yang tidak dikenal dalam Facebook?'"
Namun, Jack mengatakan respon tersebut tidak terjadi di masa yang menurutnya "aneh" ini.
Bermain online bersama dan saling membantu
Setelah beberapa lama, kelompok yang tadinya digunakan untuk memperhatikan kondisi satu sama lain, berubah menjadi sebuah forum untuk bersosialisasi secara akrab.
Keakraban tersebut terbangun melalui beberapa aktivitas bermain 'game', seperti salah satunya yang berjudul 'pub trivia quiz without the pub' atau kuis trivia di dalam pub yang tidak dimainkan di dalam pub.
Dalam permainan online ini, setiap rumah terbagi dalam beberapa kelompok untuk menjawab pertanyaan.
"Kami tidak dapat melakukannya secara langsung di pub sekarang, jadi orang-orang melakukannya secara online," kata dia.
Selain interaksi yang bertambah, kelompok online tersebut juga menjadi sarana memberikan bantuan kepada sesama.
"Ada seorang koki di komplek kami yang kehilangan pekerjaan, seperti orang lainnya di dunia perhotelan," kata Jack.
Jack lalu menceritakan tulisan koki tersebut dalam kelompok Facebook-nya yang berbunyi, 'Hai, saya seorang koki. Saya senang memasak untuk orang lain. Apakah ada yang tertarik? Beli makanan dari saya."
Akhirnya, beberapa orang yang tinggal di komplek rumah Jack dalam kelompok tersebut mulai membeli makanan dari pria itu selama berminggu-minggu.
"Saya kebetulan juga tidak suka memasak. Jadi pas sekali."
Selain itu, anggota kelompok tersebut juga membahas di mana dapat membeli hand sanitiser atau tisu toilet, yang beberapa bulan lalu sempat diborong habis karena 'panic buying di Australia'.
Jack mengatakan tidak pernah menyangka akan menjadi akrab dengan tetangganya di tahun 2020.
"Ini adalah hal yang tidak pernah terpikirkan akan terjadi di tahun 2020," kata Jack.
"Namun, saya bersyukur karena ini adalah bagaikan sebuah kejutan."
Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia