Sabtu 06 Jun 2020 08:36 WIB

Dampak Pembatalan Haji

Dampak Pembatalan Haji

Red:

Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah haji di tahun 2020, karena belum adanya kepastian dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Dengan kuota lebih dari 220 ribu orang yang harusnya berangkat haji tahun ini dari Indonesia, banyak calon jemaah yang mengaku ikhlas meskipun sedih.

"Sedih pastinya karena sudah senang waktu dapat kabar kalau tahun ini porsi haji saya bersama suami sudah keluar," ujar Sjachrani Naharuddin, calon jemaah asal Makassar, Sulawesi Selatan.

Sebelumnya, mereka mendapatkan kabar konfirmasi keberangkatan pada November 2019, sebelum pandemi virus corona.

 

Sjachrani, yang akrab dipanggil Rani, seharusnya berangkat dengan suaminya, Nasyantoro Sulistio, setelah menunggu selama lima tahun.

Informasi pembatalan keberangkatan haji, kata Rani, diterima langsung dari pihak travel yang mengurus ONH Plus mereka.

Rani mengaku jika pihak travel sebelumnya sudah mengirimi mereka buku-buku tentang tata-cara berhaji.

"Kami terima dengan ikhlas … menunda haji saya tahun ini demi kesehatan dan keselamatan," tuturnya.

Ratusan ribu warga Indonesia sudah menunggu agar bisa menunaikan ibadah haji tahun ini, bahkan ada yang menunggu lebih dari lima tahun untuk bisa menunaikan ibadah haji.

Banyak pula di antaranya adalah warga lanjut usia yang kondisi fisiknya sudah tidak terlalu bugar dan yang sudah menabung selama bertahun-tahun.

 

Berdampak pada pekerja asal Indonesia di Mekah

Keputusan pemerintah untuk tidak memberangkatkan haji tidak hanya berdampak bagi calon jemaah, tetapi juga warga Indonesia yang bekerja di kota Mekah, Arab Saudi.

Khususnya bagi mereka yang pekerjaan utamanya bersinggungan dengan calon jemaah haji dan umroh asal Indonesia.

Salah satunya adalah Edi Purwanto yang bekerja di salah satu penyedia katering bagi jemaah asal Indonesia di Makkah.

Sejak Arab Saudi menghentikan kegiatan umroh, Edi mengaku sudah tidak bekerja lagi.

 

"Sejak pertengahan Maret saya sudah di rumah karena di sini peraturannya ketat dan tidak bisa keluar rumah tanpa surat izin," kata Edi yang sudah lebih dari 10 tahun bermukim di Arab Saudi.

Ditambah dengan tidak diberangkatkannya jemaah haji asal Indonesia, penyedia layanan katering akan kehilangan pendapatannya.

"Kalau jemaah haji Indonesia tidak ada, otomatis kami juga tidak memberikan layanan katering," jelas Edi.

 

Edi yang berada di distrik Al Nakasa, tempat di mana banyak jemaah asal Indonesia biasanya menginap, mengatakan hotel-hotel di sekitarnya sudah sempat disurvei sebagai bagian dari persiapan menyambut jemaah.

"Biasanya survei sudah dilakukan sebelum Ramadan, dapur kita sebenarnya sudah disurvei juga untuk persiapan haji," ujarnya saat dihubungi Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.

Meski merasa sedih dan kecewa dengan tidak akan adanya jemaah asal Indonesia, tapi Edi mengaku semua ini adalah untuk kebaikan jemaah sendiri.

"Sebagai manusia tentu sedih dan kecewa, tapi ini semua juga terbaik untuk jemaah Indonesia supaya terhindar dari penyakit ini," ujar Edi yang pernah bekerja di sebuah restoran Indonesia di kota Madinah.

 

Rahim Irwandi Abdurrahim adalah warga asal Lombok di Mekah yang bekerja salah satu muthawaif atau pendamping jemaah haji dan umroh.

Ia mengaku sempat kaget dengan tidak diberangkatkannya jemaah haji dari Indonesia.

"Karena kita berharap tahun ini warga Mekah bisa kembali bekerja, paling tidak untuk musim haji," ujar Rahim.

Menurut Rahim, banyak warga dan pekerja Indonesia yang biasanya melayani jemaah kini hanya bertahan dengan uang yang sudah mereka miliki sebelum pandemi virus corona.

Beberapa bahkan menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan oleh warga sekitar atau KJRI Jeddah, meski masih banyak warga Indonesia di Makkah yang mengaku masih belum mendapat bantuan.

"Saat Idul Fitri, dengan yang punya rumah tempat saya mengontrak, saya diberi ayam, minyak goreng, bawang, dan kebutuhan lainnya termasuk uang," Rahim bercerita bagaimana ia bertahan selama ini.

Baik Edi dan Rahim mengaku belum mendapatkan bantuan dari kantor perwakilan Indonesia, baik di Jeddah maupun di ibu kota Riyadh.

Jemaah Indonesia di luar negeri masih menunggu

Pembatalan keberangkatan haji untuk jamaah dari Indonesia, tidak berpengaruh secara langsung kepada warga Indonesia yang berada di negara lain dan berniat berangkat haji tahun ini.

Nur Isdah Idris yang kini menempuh pendidikan S3 di Belanda sudah berencana pergi haji tahun ini, meski kepastian keberangkatannya bukan karena keputusan Pemerintah Indonesia.

 

"Kami berdua sudah membayar uang muka untuk biaya berhaji kepada salah satu travel yang ada di sini," kata Isdah ketika dihubungi Farid Ibrahim dari ABC Indonesia.

Bersama suaminya, Ihsan Nasir, Isdah tadinya akan berangkat dalam rombongan travel Euro-muslim berjumlah 40-an orang dari Kota Amsterdam.

 

Namun melihat situasi pandemi COVID-19 saat ini, Isdah mengaku pilihannya lebih cenderung tidak berangkat.

"Kalau Ihsan menyarankan tidak berangkat. Saya sendiri masih terus berdoa. Menunggu kepastian dari Arab Saudi sampai minggu depan. Sedih rasanya," ujarnya.

Para calon jemaah haji yang akan berangkat dari travel Euro-muslim dikenakan biaya sekitar $5.750 serta harus memiliki kartu identitas yang berlaku di Belanda.

Isdah mengaku sudah mulai ikhlas jika akhirnya tak jadi berangkat karena pandemi COVID-19, tapi ia berharap masih bisa berangkat tahun depan jika situasi kembali normal.

"Jadi saya menunggu kepastian mengenai penyelenggaraan haji dari Pemerintah Arab Saudi," ujarnya.

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di dunia lewat situs ABC Indonesia

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement