Jumat 05 Jun 2020 21:33 WIB

Cula Badak di Afsel Dipotong Demi Cegah Perburuan

Pemburu mencari cula badak untuk dijual dengan harga yang sangat mahal.

Dua ekor Badak Afrika memakan rumput dan dedaunan. ilustrasi
Foto: ANTARA/ARIF FIRMANSYAH
Dua ekor Badak Afrika memakan rumput dan dedaunan. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PILANESBURG -- Afrika Selatan memotong cula puluhan badak di tiga cagar populer. Pemotongan cula ini dilakukan untuk mencegah pemburu membunuhi badak-badak demi mendapatkan culanya.Para pemburu dikhawatirkan mengambil kesempatan dari krisis pariwisata karena COVID-19.

Pemotongan cula badak dilakukan di Taman Nasional Pilanesburg serta cagar hewan Mafikeng dan Botsalano. Semuanya berlokasi di barat laut Johannesburg.

Baca Juga

Pemotongan itu membuat cula badak-badak menjadi terlalu kecil sehingga para pemburu gelap tidak mau repot memburu mereka, kata pilot helikopter dan anggota pendiri kelompok nirlaba Rhino 911, Nico Jacobs, kepada Reuters.

Ketika Jacobs menerbangkan helikopter ke Pilanesburg bulan lalu bersama wartawan Reuters, mereka melihat seekor singa betina memakan bangkai badak yang telah diburu beberapa hari sebelumnya. Para ahli khawatir tidak adanya turis mungkin telah memicu lonjakan perburuan.

Jacobs bersama tim melanjutkan perjalanan ke tempat mereka menenangkan badak betina sebelum memotong culanya dengan gergaji listrik. Salah satu betis badak harus ditahan.

Bekerja sama dengan pihak berwenang, mereka mulai memotongi cula badak sejak tiga tahun lalu. Jacobs mengatakan mereka melihat perburuan liar sudah menurun. Jumlah badak di cagar dan berapa banyak yang telah diburu, dirahasiakan untuk melindungi keberadaan badak.

"Saya sudah melihat begitu banyak badak yang dibantai, disembelih. Apa solusinya? Bagi mereka (pemburu) yang datang ketika ada singa, gajah ... itu terlalu berisiko hanya untuk mengambil bagian kecil cula itu," katanya.

Ketika dunia memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada Jumat (5/6), ancaman dari manusia untuk kelangsungan hidup spesies lain semakin meningkat bagi para pelestari lingkungan. Padahal, kelestarian spesies akhirnya juga berdampak terhadap kelangsungan hidup manusia sendiri.

Pada Senin (1/6), para ilmuwan menerbitkan satu laporan penelitian yang menunjukkan bahwa manusia menyebabkan kepunahan massal dalam skala yang tidak terlihat sejak meteor memusnahkan dinosaurus darat 65 juta tahun yang lalu. Ini merupakan kepunahan skala besar keenam dalam sejarah Bumi.

Badak telah ada selama 30 juta tahun. Namun, perburuan dan hilangnya habitat selama beberapa dekade telah mengurangi jumlah badak di dunia dewasa ini menjadi sekitar 27.000.

Menurut Yayasan Badak Internasional, gelombang perburuan liar telah memusnahkan ribuan badak dalam tiga tahun terakhir.

"Untuk ... memberikan populasi badak kesempatan untuk tumbuh lagi, kita perlu meringankan tekanan pada mereka ... (dengan cara) memotong cula," ujar Pieter Nel, pelaksana tugas kepala konservasi dewan North West Parks.

Tanduk badak dijual seharga 60.000 dolar AS (setara Rp 835 juta) per kilogram, lebih mahal dari harga kokain atau emas. Di Asia Timur, cula badak digunakan dalam ramuan obat, meskipun hanya mengandung komponen utama yang sama dengan kuku manusia.

Pemotongan cula badak memang menjadi kontroversial, terutama karena membuat badak jantan rentan dalam perkelahian. Namun, cula bukanlah alat esensial bagi badak untuk bertahan hidup. Selain itu, seperti halnya kuku, cula badak bisa tumbuh kembali.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement