REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Pemerintah Brasil menghapus data tentang infeksi dan kematian akibat Covid-19 dari situs resmi yang telah dihimpun selama berbulan-bulan. Hal itu dilakukan saat Presiden Brasil Jair Bolsonaro dihujani kritik karena dianggap tak serius menangani pandemi.
Dilaporkan laman BBC, Ahad (7/6), Kementerian Kesehatan Brasil tidak lagi menampilkan data kumulatif Covid-19 di situs resminya. Sebagai gantinya, ia hanya menyajikan angka infeksi dan kematian yang tercatat dalam 24 jam terakhir.
Pada Sabtu lalu, situs itu menampilkan terdapat 27.075 kasus baru Covid-19 dan 904 kematian dalam 24 jam terakhir. Sementara, pasien sembuh terdapat sebanyak 10.209.
Bolsonaro mengatakan data kumulatif Covid-19 tidak mencerminkan gambaran saat ini. "Penyebaran data 24 jam membiarkan mengikuti keadaan negara saat ini dan menentukan strategi yang sesuai untuk melayani penduduk. Kurva kasus menunjukkan situasi seperti skenario paling kritis, pembalikan bingkai dan kebutuhan untuk persiapan," kata dia melalui akun Twitter pribadinya.
Peniadaan data kumulatif tentang Covid-19 menuai kritik dari banyak pihak, termasuk para jurnalis dan anggota Kongres. Terlebih Bolsonaro tidak menjelaskan mengapa informasi tersebut harus dihapus atau tidak dapat dirilis.
Bolsonaro telah mendapat banyak tekanan dan kritik karena mengabaikan saran-saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam penanganan Covid-19. Pemimpin sayap kanan itu pun enggan menerapkan karantina wilayah atau lockdown sebagai upaya menekan lonjakan kasus.
Saat ini, Brasil menempati posisi kedua sebagai negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia. Negara itu memiliki lebih dari 676 ribu pasien dengan korban meninggal melampaui 36 ribu jiwa.
Bolsonaro juga telah mengecilkan risiko virus, setelah awalnya membandingkan Covid-19 dengan masalah flu biasa. Sebanyak dua Menteri Kesehatan secara berurutan mundur dari jabatan sejak wabah mulai menyebar di negara itu dan menyatakan ketidaksetujuan dengan tanggapan presiden.
Sepanjang penangan Covid-19, Bolsonaro terus menyerukan pencabutan langkah-langkah penguncian yang diberlakukan oleh otoritas lokal. Anjuran itu dinilainya akan menghancurkan ekonomi. Presiden juga menuduh gubernur negara bagian dan wali kota menggunakan masalah itu untuk keuntungan politik karena banyak yang telah mengambil tindakan lebih keras menentang pemerintahnya.