REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Diplomat tinggi Uni Eropa mendesak semua pihak yang berkonflik di Libya untuk segera menghentikan seluruh operasi militer dan mau terlibat secara konstruktif dalam negosiasi perdamaian.
Laporan menyebut saat pesawat tak berawak Turki membantu mengusir pasukan Libya timur dari Tripoli bulan ini, Rusia juga memperkuat pasukan dengan pesawat tempur untuk membela Jenderal Khalifa Haftar.
Dalam pernyataan bersama dengan menteri luar negeri Jerman, Prancis dan Italia pada hari Selasa, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menyerukan kepada pihak-pihak yang berkonflik di Libya untuk segera menyepakati gencatan senjata dan menarik semua pasukan asing, tentara bayaran dan peralatan militer.
Pernyataan bersama itu dikeluarkan seiring dengan peningkatan upaya diplomatik oleh Jerman untuk mendorong solusi politik bagi krisis Libya.
Sebelumnya pada Selasa (9/6), Kanselir Angela Merkel saat melakukan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin melalui sambungan telepon menyatakan keprihatinannya atas peningkatan pertempuran baru-baru ini di Libya.
Pada Senin (8/6), Merkel dan Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi membahas situasi di Libya yang dilanda konflik. Merkel mengatakan kepada Sisi bahwa perundingan yang didukung oleh PBB harus tetap menjadi tujuan utama proses perdamaian di Libya.
Dalam perang saudara di Libra, Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui secara internasional berperang dengan Tentara Nasional Libya pimpinan Jenderal Khalifa Haftar di sebelah timur.
Pada Sabtu (6/6), Sisi mengusulkan gencatan senjata baru setelah GNA yang didukung Turki membukukan serangkaian kemenangan atas pasukan Haftar. Hal itu menggagalkan upaya Haftar untuk menyatukan negara dengan kekuatan yang berasal dari bantuan Mesir, Uni Emirat Arab dan Rusia.