REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Kementerian Luar Negeri Korea Utara (Korut) mengkiritik Amerika Serikat (AS) atas sikap yang dinilai mengintervensi masalah antar-Korea. Laporan dari media pemerintah negara itu pada Kamis (11/6) mengatakan Washington sudah seharusnya tidak ikut campur dan memilih diam.
Bahkan, Kementerian Luar Negeri Korut mengatakan AS harus bersikap demikian, jika ingin pemilihan presiden yang akan digelar pada tahun ini berjalan lancar.
Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya kecewa karena Korut menangguhkan hotline komunikasi dengan Korea Selatan (Korsel) pada Selasa (9/6) lalu. "Jika AS menyentuh urusan orang lain dengan pernyataan ceroboh, yang jauh dari urusan mereka di saat situasi politik negara itu tengah dalam kebingungan, maka ada hal yang tidak menyenangkan dan sulit harus dihadapi," ujar Kwon Jong Gun, direktur jenderal untuk urusan AS di Kementerian Luar Negeri Korut dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Aljazirah, Kamis (11/6).
AS disebut harus 'menahan lidah' dan mengatasi masalah dalam negerinya sendiri. Tidak jelas apa maksud dari pernyataan Pemerintah Korut terkait ancaman terhadap pemilihan presiden AS atau dimaksudkan menganggu kampanye Presiden Donald Trump yang berupaya kembali mendapatkan jabatan sebagai pemimpin negara adidaya itu untuk periode kedua.
Korut sebelumnya menyatakan akan memotong saluran komunikasi dengan Korsel, menyusul adanya kasus pembelot yang mengirim selebaran dan sejumlah materi lainnya di wilayah perbatasan. Pada Rabu (10/6), Korsel mengatakan akan mengambil tindakan hukum terhadap dua organisasi yang melakukan operasi tersebut.
Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un telah bertemu di Ibu Kota Hanoi, Vietnam pada Februari 2019. Meski mereka kemudian kembali bertemu pada Juni 2019 di DMZ atau zona demilitarisasi. Saat itu masing-masing pihak nampak setuju untuk melanjutkan perundingan damai.
Korut telah meminta pembebasan sanksi internasional yang selama ini didapatkan negara itu, sebagai syarat upaya denuklirisasi dilakukan. Namun, AS terus menginginkan langkah-langkah pelucutan seluruh senjata nuklir yang kuat terlebih dahulu.