REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Mahathir Mohamad menyebut pemilihan kembali Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada bulan November akan menjadi 'bencana'. Mantan perdana menteri yang berusia 94 tahun itu menolak klaim pemerintah Trump bahwa China harus bertanggung jawab atas pandemi Covid-19.
Dilansir South China Morning Post pada Ahad (14/6), disebutkan Mahathir, yang selama berpuluh-puluh tahun memiliki repurasi anti-Barat di negara-negara berkembang, mengatakan bahwa Presiden AS telah memperburuk ketegangan antara kedua negara adidaya tersebut.
"Saya tidak pernah berpikir dia akan menang, tetapi dia menang. Sekarang orang-orang mengatakan ada banyak orang yang akan mendukungnya, itu akan menjadi bencana," kata Mahathir selama wawancara yang dilakukan melalui aplikasi konferensi video Zoom.
Sebagai perbandingan, Mahathir mengatakan mantan wakil presiden Joe Biden, yang merupakan calon dari Partai Demokrat, adalah sosok yang lebih masuk akal yang telah bereaksi dengan empati terhadap kerusuhan terkait ras Amerika baru-baru ini. "Saya tidak tahu apakah dia akan terpilih kembali, tetapi saya berharap Biden akan berbeda dari dia," kata Mahathir.
Dia menambahkan bahwa dia telah mengatakan kepada beberapa orang Amerika 'Saya memilih Biden (walaupun) saya tidak punya hak untuk memilih'. Mahathir mengakui negaranya telah mengalami sebagian besar disfungsi politik, tetapi ia tetap bingung dengan apa yang terjadi di Gedung Putih.
"Kau tahu, dia memecat semua staf yang dianggap tidak mendukungnya," kata Mahathir.
"Kedengarannya seperti negara Dunia Ketiga. Di Malaysia, mungkin kita melakukan itu, kita tidak suka staf tertentu, kita memecatnya. Tapi ini Amerika: yang sangat, sangat liberal dan toleran dan hal-hal seperti itu," tutur Mahathir.
Mahathir mengatakan dia telah mengamati protes nasional di AS yang meletus setelah pembunuhan George Floyd, seorang pria kulit hitam tak bersenjata, oleh seorang perwira polisi kulit putih di Minneapolis. Dia mengaku terkejut dengan kemauan Trump yang mengaku mengerahkan pasukan tugas aktif untuk melawan demonstran.
"Maksud saya, dia mengancam untuk menggunakan tentara melawan orang-orang yang berdemonstrasi. Ini belum pernah terjadi," kata negarawan senior Malaysia ini.
Mahathir menambahkan bahwa dia terkejut ketika Trump pekan lalu menyebut Martin Gugino, seorang pria berusia 75 tahun yang terluka parah oleh polisi selama demonstrasi di Buffalo, bisa jadi adalah penyabot yang terkait dengan Antifa, sebuah gerakan protes sayap kiri.
"Bagaimana bisa mengatakan itu? Anda harus memiliki bukti yang jelas. Apakah (Gugino) benar-benar berakting atau apakah benar apa yang terjadi? Seluruh pers mengatakan itu benar apa yang terjadi," kata Mahathir.
Trump dan tokoh kunci dalam pemerintahannya, seperti Menlu Mike Pompeo, juga menuduh Beijing berusaha menyembunyikan tingkat penyebaran virus corona awal tahun ini. Robert O'Brien, Penasihat keamanan nasional Trump, pada Mei silam menyamakan dugaan upaya China untuk mengecilkan tingkat keparahan virus dengan menutup-nutupi kehancuran Uni Soviet di pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl pada tahun 1986.
Namun, Mahathir yang seorang dokter, membela tanggapan awal China, meskipun ia setuju jika melihat ke belakang bahwa pemerintah China seharusnya bisa menangani situasi dengan lebih baik.
"Jika hal ini terjadi pada Malaysia, dan kami menemukan bahwa seseorang menderita penyakit aneh, kami tidak langsung mengatakan 'Oh, ada penyakit aneh di sini!' Mereka harus mencari tahu dulu, dan ketika mereka sedang menyelidiki pada tahap itu, mereka tidak menyadari bahwa itu akan mengakibatkan pandemi," kata Mahathir.