Ahad 21 Jun 2020 21:45 WIB

Paus Serukan Akhiri Perang Saudara di Libya

Semua pihak bertikai diminta untuk saling menahan diri.

Paus Francis
Foto: ap
Paus Francis

REPUBLIKA.CO.ID, VATICAN CITY -- Paus Fransiskus meminta dua pihak yang berkonflik dalam perang saudara Libya untuk berdamai. Paus juga mendesak masyarakat internasional memfasilitasi pembicaraan serta melindungi pengungsi dan migran yang disebutnya sebagai korban kekejaman.

Menyampaikan pidato dengan berapi-api di Lapangan Santo Petrus, Ahad, Fransiskus menyatakan kesedihannya terhadap situasi di Libya yang tidak memiliki otoritas pusat yang stabil sejak diktator Muammar Qadafi digulingkan oleh pemberontak yang didukung NATO pada 2011.

Selama lebih dari lima tahun, Libya memiliki parlemen dan pemerintah yang saling bersaing di timur dan barat. Jalan-jalan sering dikontrol oleh kelompok-kelompok bersenjata dan pertempuran sporadis.

"Tolong! Saya mendesak badan-badan internasional dan mereka yang memiliki tanggung jawab politik dan militer untuk memulai kembali, dengan keyakinan dan penyelesaian, pencarian jalan menuju berakhirnya kekerasan, yang mengarah pada perdamaian, stabilitas, dan persatuan di negara itu," kata Paus.

Mesir mengumumkan inisiatif baru untuk Libya pada Sabtu (13/6). Sementara itu Rusia dan Turki, yang mendukung pihak berbeda di Libya, telah menunda pembicaraan tingkat menteri mengenai konflik tersebut.

Libya terbagi antara Tentara Nasional Libya (LNA) dan saingannya Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) dengan negara-negara terpecah karena dukungan mereka terhadap LNA atau GNA.

Dalam rujukan yang jelas tentang pandemi virus corona, Fransiskus mengatakan kondisi kesehatan para migran, pengungsi, dan pencari suaka yang sudah genting telah diperburuk, menjadikan mereka semakin rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan.

"Ada kekejaman. Saya menyerukan kepada komunitas internasional---Tolong! - untuk memperhatikan masalah mereka. Saudara-saudari, kita semua memiliki tanggung jawab dalam hal ini. Tidak ada yang bisa menganggap diri mereka terbebas dari ini," kata dia.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia seperti Dokter Tanpa Batas mengatakan orang-orang di pusat-pusat penahanan migran di Libya ditahan dalam kondisi berbahaya dan terekspos dengan pelanggaran.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement