Rabu 17 Jun 2020 03:11 WIB

Rusia Tegaskan Dukungan ke Iran Soal Kesepakatan Nuklir

Kesepakatan nuklir Iran mulai goyah setelah AS mengundurkan diri.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Bendera Iran-Rusia
Foto: brecorder.com
Bendera Iran-Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov bertemu dengan Menlu Iran Javad Zarif di Moskow, Selasa (16/6) waktu setempat. Lavrov mengatakan, Rusia berjanji untuk mendukung sekutunya, Iran, di tengah-tengah ketegangan atas program nuklir Teheran.

Lavrov mengatakan, Rusia akan melakukan "segalanya" untuk menjaga kesepakatan nuklir 2015 (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) antara Iran dan kekuatan dunia yang mulai goyah dua tahun lalu ketika Amerika Serikat (AS) mengundurkan diri dan menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran.

Baca Juga

"Kami akan melakukan segalanya sehingga tidak ada yang bisa menghancurkan perjanjian ini," kata Lavrov kepada wartawan setelah pembicaraan tatap muka dengan Zarif dikutip lama Aljazirah, Selasa. "Washington tidak berhak menghukum Iran," ujarnya menambahkan.

Dia mengatakan Rusia akan dengan tegas menentang setiap upaya untuk menggunakan situasi tersebut untuk memanipulasi Dewan Keamanan PBB serta untuk mempromosikan agenda anti-Iran. Zarif mengatakan, perkembangan di sekitar kesepakatan nuklir Iran, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama sebagai sesuatu yang "sangat berbahaya".

Sementara itu, Iran berkomitmen di bawah kesepakatan itu untuk mengekang kegiatan nuklirnya dengan imbalan bantuan dan manfaat lainnya. Namun, Iran perlahan-lahan mengabaikan komitmennya setelah keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menarik diri dari kesepakatan.

Timbunan uranium yang diperkaya Iran saat ini hampir delapan kali dari batas yang ditetapkan dalam perjanjian, menurut penilaian oleh pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Namun, tingkat pengayaannya masih jauh di bawah apa yang dibutuhkan untuk senjata nuklir. Pada Senin, IAEA meminta Iran untuk mengizinkan akses cepat ke dua lokasi di mana aktivitas nuklir sebelumnya mungkin terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement