Rabu 17 Jun 2020 10:00 WIB

Korut Tolak Tawaran Korsel untuk Berdialog

Korut menolak tawaran Korsel untuk mengirim utusan khusus demi meredam ketegangan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Adik Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Kim Yo-jong, menolak utusan khusus Korsel untuk meredam ketegangan antar-Korea. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Patrick Semansky
Adik Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Kim Yo-jong, menolak utusan khusus Korsel untuk meredam ketegangan antar-Korea. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) menolak tawaran Korea Selatan (Korsel) untuk mengirim utusan khusus dalam rangka meredam ketegangan bilateral yang meningkat. Hal ini disampaikan satu hari setelah Korut meledakkan kantor penghubung bersama yang didirikan di perbatasan sebagai bagian dari perjanjian 2018 oleh kedua pemimpin negara.

Media pemerintah Korut KCNA melaporkan, Presiden Korsel Moon Jae-in menawarkan untuk mengirim penasihat keamanan nasional, Chung Eui-yong dan kepala intelijen Suh Hoon untuk berdialog dengan Korut. Namun, saudara perempuan pemimpin Korut, Kim Yo-jong, dan seorang pejabat senior partai yang berkuasa dengan tegas menolak tawaran tersebut.

Baca Juga

"Moon sangat suka mengirim utusan khusus untuk 'mengatasi krisis' dan sering mengajukan proposal tidak masuk akal. Tetapi dia harus memahami dengan jelas bahwa trik seperti itu tidak akan lagi bekerja pada kita," kata laporan KCNA.

Dalam pidato hari Senin yang menandai peringatan 20 tahun Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antar-Korea pertama, Moon menyatakan penyesalannya terhadap hubungan Korut-AS, serta hubungan antar-Korea yang belum mencapai kemajuan seperti yang diharapkan. Namun dia meminta Pyongyang untuk mempertahankan kesepakatan damai dan kembali berdialog.

"Solusi untuk krisis saat ini antara Utara dan Selatan yang disebabkan oleh ketidakmampuan dan tidak bertanggung jawab pihak berwenang Korea Selatan adalah tidak mungkin dan itu dapat dihentikan hanya ketika ada harga yang pantas dibayarkan," ujar laporan KCNA.

Kim Yo-jong juga mengecam Moon dengan menyebut bahwa presiden Korsel itu telah gagal menerapkan salah satu pakta dalam perjanjian 2018. Selain itu, Korsel telah membuat hubungan antar-Korea menjadi boneka bagi Amerika Serikat (AS).

Secara terpisah, juru bicara Staf Gabungan Tentara Rakyat Korea (KPA) mengatakan pihaknya akan mengirim pasukan ke Gunung Kumgang dan Kaesong di dekat perbatasan. Pada masa lalu, Korut dan Korsel pernah melakukan proyek ekonomi bersama di wilayah tersebut.

Pos-pos polisi yang telah ditarik dari Zona Demiliterisasi (DMZ) akan dipasang kembali. Sementara unit artileri di dekat perbatasan laut barat akan diperkuat dengan kesiapan yang ditingkatkan. Perbatasan laut barat tersebut kerap digunakan oleh kelompok pembelot untuk mengirim selebaran propaganda. Selain itu, Korut juga akan kembali mengirim selebaran anti-Seoul melintasi perbatasan.

"Area yang menguntungkan untuk menyebarkan selebaran di Selatan akan terbuka di seluruh garis depan dan dorongan orang-orang kita untuk menyebarkan selebaran akan dijamin secara militer dan langkah-langkah keamanan menyeluruh akan diambil," ujar juru bicara KPA.

KPA mengatakan, pihaknya telah mempelajari rencana aksi untuk kembali memasuki zona yang telah didemiliterisasi di bawah pakta militer antar-Korea 2018 dan mengubah garis depan menjadi benteng. Kementerian Pertahanan Korsel mendesak Korut untuk mematuhi pakta perjanjian tersebut, di mana kedua pihak sepakat menghentikan semua permusuhan dan membongkar sejumlah bangunan di sepanjang DMZ.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement