Rabu 17 Jun 2020 23:10 WIB

Tolak Tawaran Korsel, Korut Siap Kirim Militer ke Perbatasan

Militer Korut siap dikirim ke perbatasan.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Muhammad Hafil
Tolak Tawaran Korsel, Korut Siap Kirim Militer ke Perbatasan. Foto ilustrasi: Tentara wanita Korut berparade dalam hari perayaan pendirian negara Korut, Ahad (9/9).
Foto: Kin Cheung/AP
Tolak Tawaran Korsel, Korut Siap Kirim Militer ke Perbatasan. Foto ilustrasi: Tentara wanita Korut berparade dalam hari perayaan pendirian negara Korut, Ahad (9/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korea Utara (Korut) telah menolak tawaran Korea Selatan (Korsel) untuk mengirim utusan khusus guna meredakan ketegangan antara kedua negara. Pemeritahan presiden Kim Jong-un lantas mengaku akan memindahkan pasukan ke daerah-daerah perbatasan.

"Solusi untuk krisis antara utara dan selatan yang disebabkan oleh ketidakmampuan dan tidak bertanggung jawab pihak berwenang Korsel tidak mungkin dapat dihentikan," kata pemerintah Korut kepada KCNA seperti diwartakan Reuters, Rabu (17/6).

Baca Juga

Meski demikian, pemerintah Korut tidak sepenuhnya menutup ruang diskusi. Mereka mengaku bersedia berdamai asalkan ada negosiasi yang pas atau harga yang tepat untuk dibayarkan.

Ketegangan kedua negara kembali meningkat menyusul para pembelot Korut yang menyebarkan propaganda dari Korsel. Pemerintah Korut bahkan mengancam akan memutuskan hubungan kedua negara.

Situasi bertambah buruk dengan mundurnya Menteri Unifikasi Korsel Kim Yeon-chul yang bertugas mengawasi hubungan kedua negara. Dia merasa bertanggung jawab dan meminta maaf atas memburuknya hubungan antara negara tetangga itu.

Sebelumnya, adik perempuan dari Kim Jong-un, Kim Yo-jong sempat melontarkan kritik kepada Presiden Korsel, Moon Jae-in. Dia menyebut Moon telah gagal mengimplementasikan salah satu dari pakta perjanjian 2018. Dia juga mengatakan bahwa Moon telah dan menempatkan lehernya ke dalam jerat pendukung Amerika.

Kantor Presiden Korsel lantas keberatan dengan pernyataan tersebut. Mereka menegaskan bahwa pernyataan itu sangat kasar dan tidak berperasaan serta merusak kepercayaan antar kedua pimpinan negara.

"Kami tidak akan lagi menerima kebiasaan tidak beralasan semacam itu," kata Sekretaris pers kantor kepresidenan Korsel, Yoon Do-han.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement