Sabtu 20 Jun 2020 06:32 WIB

Sentimen Nasionalisme Bumbui Konflik Cina-India di Perbatasan

Sentimen Nasionalisme Bumbui Konflik Cina-India di Perbatasan

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Sentimen Nasionalisme Bumbui Konflik Cina-India di Perbatasan
Sentimen Nasionalisme Bumbui Konflik Cina-India di Perbatasan

Insiden berdarah di lembah Galwan menempatkan pemerintah India dalam posisi tak sedap. Setelah menyatakan bakal membantu meredakan ketegangan di perbatasan, Perdana Menteri Narendra Modi kini didesak partai oposisi untuk mengambil langkah tegas.

Langgam nasionalisme kini semakin lantang disuarakan terhadap pemerintah di New Delhi. Perdana Menteri Negara Bagian Punjab, Amarinder Singh, menuntut India menunjukkan reaksi yang lebih tegas terhadap "provokasi Cina".

Menurutnya serdadu India selayaknya “diajarkan agar mengetahui jika mereka membunuh salah seorang di antara kita, kita harus membunuh tiga orang dari mereka,” katanya seperti dilansir Indian Express.

Desakan senada juga dilayangkan bekas Presiden Kongres Nasional India, Rahul Gandhi. Dia meyakini insiden di lembah Galwan “sudah direncanakan” oleh Cina dan pemerintah India “tertidur” dan “menyangkal” masalah di perbatasan, tulisnya via Twitter.

Sebanyak 20 serdadu India tewas dalam baku hantam antara kedua pasukan, tanpa ada satupun peluru yang meletus. Berdasarkan foto yang beredar, tentara Cina antara lain menggunakan tongkat yang dipasangi paku ketika bentrok dengan serdadu India.

Pasca insiden, para serdadu yang tewas dimakamkan dengan prosesi militer dan dielu-elukan sebagai "martir" oleh sejumlah politisi dan pejabat pemerintah.

Ketegangan teranyar diyakini antara lain dipicu oleh derasnya proyek pembangunan infrastruktur perbatasan oleh India.

Cina: Tanggungjawab pada India

Cina sejauh ini membisu ihwal jumlah korban di pihaknya. Militer India sebelumnya mengklaim korban jatuh di kedua belah pihak, dan bahwa Cina menyandera sejumlah serdadunya.

Klaim tersebut dibantah Kementerian Luar Negeri di Beijing “Cina tidak menahan personal militer India,” kata Jurubicara Kemenlu, Zhao Lijian, mengomentari laporan media-media India yang mengutip seorang sumber di pemerintah perihal pemulangan 10 orang serdadu oleh Cina.

Zhao sebaliknya menilai “siapa yang benar dan salah sudah jelas, tanggungjawabnya kini berada sepenuhnya di tangan India.” Dia menambahkan kedua negara kini menggiatkan kanal diplomatik untuk menyelesaikan masalah di perbatasan.

“Saya harap India bisa bekerjasama dengan Cina merawat perkembangan jangka panjang hubungan bilateral kedua negara,” pungkasnya.

Bibit konflik di perbatasan

Baku hantam di lembah Galwan adalah insiden paling mematikan dalam lima dekade terakhir, sejak kedua negara menyepakati Garis Kontrol Aktual (LAC) di antara Kashmir dan Aksai Chin, September 1962.

LAC lahir sebagai warisan Perang Sino-India yang pecah antara lain sebagai buntut pendudukan Tibet oleh Cina. India saat itu banyak menampung pengungsi asal Tibet, termasuk Dalai Lama. Ketegangan memuncak ketika PM Jawaharlal Nehru menggiatkan militer di perbatasan.

Agresi militer Cina saat itu memaksa India menarik mundur pasukan di Aksai Chin hingga ke wilayah yang kini disepakati sebagai Garis Kontrol Aktual. Setelah mendeklarasikan gencatan senjata sepihak, Cina menguasai wilayah seluas 39.000 km persegi itu secara de facto.

Ironisnya, serupa dengan insiden di tahun 2020, Perang Sino-India di masa lalu juga antara lain diawali oleh insiden baku hantam antara kedua anggota pasukan.

Cina hingga kini masih mempertahanan klaim territorial atas wilayah seluas 90.000 km persegi di negara bagian Arunachal Pradesh di India. Oleh Cina, kawasan itu dinamakan “Tibet Selatan.”

rzn/as (rtr,ap,toi,indianexpress,nytimes)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement