REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat mengungkapkan, sebanyak 192 negara telah menyatakan menolak dan menentang rencana pencaplokan Tepi Barat oleh Israel. Tokoh yang turut menjadi kepala perunding Palestina itu mengatakan, dukungan demikian belum pernah diterima negaranya sebelumnya.
"Kami memiliki dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya, 192 negara dari 194 negara anggota Majelis Umum PBB menolak langkah Israel (mencaplok Tepi Barat)," kata Erekat dikutip laman Ashaq al-Awsat pada Selasa (23/6).
Menurut dia, hanya Israel dan Amerika Serikat (AS) yang mendukung pencaplokan Tepi Barat. Kendati demikian, Erekat tetap khawatir jika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tetap melanjutkan rencana aneksasinya.
Erekat mengatakan, saat ini Palestina sedang menjalin diskusi dengan berbagai negara guna membahas kemungkinan diadakannya pertemuan di Majelis Umum PBB terkait rencana pencaplokan Israel. Dia menyebut, semua negara Arab mendukung Palestina untuk melawan aneksasi Tepi Barat.
Pada 16 Juni lalu, 47 pakar hak asasi manusia (HAM) PBB telah menandatangani pernyataan bersama untuk menentang rencana pencaplokan Tepi Barat oleh Israel. Mereka menegaskan, pencaplokan merupakan pengambilan wilayah secara paksa yang melanggar hukum internasional.
"Pencaplokan wilayah pendudukan merupakan pelanggaran serius terhadap Piagam PBB dan Konvensi Jenewa serta bertentangan dengan aturan mendasar yang berkali-kali ditegaskan Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB bahwa perolehan wilayah dengan perang atau kekerasan tidak bisa diterima," kata para pakar HAM tersebut dalam pernyataannya.
Dalam pernyataan itu, mereka turut mengutarakan kekecewaan atas dukungan AS terhadap rencana pencaplokan Tepi Barat oleh Israel. "PBB telah menyatakan dalam banyak kesempatan bahwa pendudukan Israel yang berusia 53 tahun adalah sumber pelanggaran HAM yang mendalam terhadap rakyat Palestina," kata mereka.
Adapun pelanggaran tersebut antara lain penyitaan tanah; kekerasan oleh pemukim; penghancuran rumah; penggunaan kekuatan yang berlebihan dan penyiksaan; pembatasan media dan kebebasan berekspresi; sistem dua tingkat hak-hak politik, hukum, sosial, budaya, dan ekonomi yang berbeda berdasarkan etnis, serta kebangsaan. Menurut para pakar PBB, pelanggaran-pelanggaran HAM tersebut akan meningkat setelah Israel melaksanakan pencaplokan.
Israel berencana mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat pada 1 Juli mendatang. Negara tersebut telah menyatakan tidak akan mengakui negara Palestina sebagai bagian dari rencana aneksasi tersebut.