REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dia berharap Israel dapat mendengar seruan global untuk tidak melanjutkan rencananya mencaplok Tepi Barat. Langkah tersebut dinilai dapat merusak solusi dua negara Israel-Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
"Pencaplokan tidak hanya akan melanggar hukum internasional, tapi juga akan menjadi faktor utama untuk mengacaukan kawasan," kata Guterres dalam sebuah wawancara dengan Associated Press pada Selasa (23/6).
Dia meyakini aneksasi akan merusak apa yang dinilai perlu, yakni solusi dua negara, di mana Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan dalam damai, saling menghormati, dan menjamin keamanan satu sama lain. "Saya berharap suara alasan ini yang bukan hanya milik saya, ia menggema di seluruh dunia, akan didengar oleh otoritas Israel dan bahwa pencaplokan tidak terjadi pada 1 Juli," ujarnya.
Israel berencana mecaplok 30 persen wilayah Tepi Barat pada 1 Juli mendatang. Langkah itu sejalan dengan rencana perdamaian Timur Tengah yang disusun pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Dewan Keamanan PBB dijadwalkan menggelar pertemuan untuk membahas masalah tersebut pada Rabu (24/6). Menteri luar negeri Palestina dan duta besar Israel untuk PBB diagendakan turut hadir dalam pertemuan tersebut.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina Saeb Erekat mengatakan sebanyak 192 negara telah menyatakan menolak rencana Israel mencaplok Tepi Barat. "Kami memiliki dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya, 192 negara dari 194 negara anggota Majelis Umum PBB menolak langkah Israel (mencaplok Tepi Barat)," ucapnya.
Erekat mengatakan Palestina sedang menjalin diskusi dengan berbagai negara guna membahas kemungkinan diadakannya pertemuan di Majelis Umum PBB terkait rencana pencaplokan Israel. Dia menyebut semua negara Arab mendukung Palestina untuk melawan aneksasi Tepi Barat.