REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Aktivis demokrasi Hong Kong Joshua Wong yakin bahwa dia akan menjadi "target utama" langkah Beijing untuk memberlakukan undang-undang baru keamanan nasional di kota yang dikuasai China itu.
Menurut para kritikus, undang-undang baru keamanan nasional itu akan menghancurkan kebebasan yang sangat didambakan di Hong Kong. Undang-undang itu bertujuan untuk mengatasi separatisme, subversi, terorisme, dan kolusi dengan kekuatan asing, meskipun tidak jelas kegiatan apa yang dianggap mengarah pada kejahatan semacam itu dan hukuman apa yang akan dijatuhkan.
Wong telah mengumpulkan dukungan untuk gerakan prodemokrasi di luar negeri, bertemu para politisi dari Amerika Serikat, Eropa, dan di negara lain. Aksi Wong memicu kemarahan Beijing, yang mengatakan ia adalah "tangan hitam" pasukan asing.
"Saya mungkin akan menjadi target utama undang-undang baru keamanan nasional. Namun, yang membuat saya takut bukanlah potensi pemenjaraan saya, tetapi kenyataan suram bahwa undang-undang baru akan menjadi ancaman bagi masa depan Hong Kong dan bukan hanya kehidupan pribadi saya," kata Wong kepada Reuters.
"Jurnalis, kelompok hak asasi manusia, LSM, dan ekspatriat mungkin menjadi mangsa undang-undang baru itu karena semua suara yang berseberangan (dengan pemerintah China) dapat dituduh menghasut subversi, seperti situasi di China," ujar Wong.
Rancangan undang-undang keamanan nasional tersebut telah membuat waspada pemerintah asing dan aktivis demokrasi Hong Kong, yang khawatir bahwa Beijing sedang mengikis tingkat otonomi yang tinggi yang diberikan kepada kota bekas jajahan Inggris itu. Hong Kong dikembalikan Inggris kepada pemerintahan China pada 1997.
China mengatakan undang-undang keamanan nasional hanya akan menargetkan sekelompok kecil pengacau, dan orang-orang yang mematuhi undang-undang tidak memiliki alasan untuk khawatir. Badan utama China pembuat keputusan telah menjadwalkan pertemuan pada 28-30 Juni dan undang-undang keamanan nasional diperkirakan akan diberlakukan pada saat itu. UU tersebut akan membuka jalan bagi perubahan terbesar terhadap cara hidup di Hong Kong sejak penyerahan kota itu pada 1997.
Joshua Wong (23 tahun), salah satu wajah yang paling dikenal secara global dalam gerakan demokrasi Hong Kong. Ia memulai kegiatannya di sekolah menengah ketika ia memimpin aksi mogok makan melawan sistem pendidikan nasional.
Wong kemudian menjadi salah satu pemimpin aksi protes untuk Gerakan Payung (Umbrella Movement) prodemokrasi 2014.
"Saya meminta masyarakat dunia untuk berdampingan dengan Hong Kong dan mendesak China untuk menarik kembali undang-undang yang jahat ini," kata Wong.