REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Vietnam dan Filipina memperingatkan meningkatnya kegelisahan di Asia Tenggara pada Jumat (26/6). Komentar itu muncul saat kekhawatiran bahwa China meningkatkan kegiatannya di Laut China Selatan yang disengketakan selama pandemi virus corona.
Hanoi dan Manila mengajukan protes ke China pada April setelah Beijing secara sepihak mendeklarasikan pembentukan distrik administratif baru di pulau-pulau jalur perairan bermasalah. "Bahkan ketika wilayah kami berjuang untuk menahan Covid-19, insiden-insiden yang mengkhawatirkan di Laut China Selatan terjadi," kata Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam sebuah pertemuan daring para pemimpin Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN).
Duterte meminta para pihak di negara Asia Tenggara untuk menahan diri untuk meningkatkan ketegangan. Ia mengharapkan rekan-rekannya mematuhi tanggung jawab di bawah hukum internasional.
China terus masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif dari negara-negara lain. Padahal negara lain sedang sibuk menangani pandemi Covid-19 sehingga membuat Amerika Serikat (AS) menegaskan agar Beijing menghentikan perilaku intimidasi di area tersebut.
Pada awal April, Vietnam mengatakan salah satu kapal penangkap ikannya ditenggelamkan oleh kapal pengawas maritim China. China menuding klaim Vietnam di laut Cina Selatan adalah ilegal dan salah.
Dalam pidato pembukaan di pertemuan yang sama, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc mengatakan lembaga internasional dan hukum internasional telah ditantang secara serius selama krisis global. "Pandemi ini mengipasi api tantangan yang tidak aktif dalam lingkungan politik, ekonomi, dan sosial dunia dan di setiap wilayah," katanya.
"Sementara seluruh dunia terentang dalam perang melawan pandemi, tindakan dan tindakan yang tidak bertanggung jawab yang melanggar hukum internasional masih terjadi, memengaruhi lingkungan keamanan dan stabilitas di wilayah tertentu, termasuk di wilayah kami," kata Phuc yang tidak menyebutkan China sehubungan dengan komentar tersebut.