REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sempat me-retweet sebuah video terkait dengan rasisme di akun Twitter terverifikasinya, Ahad (28/6). Setelah itu, dia buru-buru menghapus cicitannya itu. Sementara itu, Gedung Putih mengatakan belum mendengar satu-satu pernyataan di video itu.
Dalam cicitannya, Trump menyetujui sebuah video yang menunjukkan salah satu pendukungnya meneriakkan "white power", yang merupakan sebuah slogan rasis terkait dengan supremasi kulit putih. Video tersebut diduga diambil di the Villages, sebuah komunitas pensiunan Florida, dan menunjukkan demonstrasi duel antara pendukung dan lawan Trump.
"Terima kasih kepada orang-orang hebat di the Villages," cicit Trump menjawab video tersebut sebelum dihapus.
Beberapa saat dalam klip video yang dibagikannya, terdapat seorang pria mengendarai kereta golf yang tampaknya pro Trump dan meneriakkan kekuatan kulit putih. Video itu juga memperlihatkan pemrotes anti-Trump meneriakkan "Nazi", "rasis", dan kata-kata kotor di pendukung Trump.
"Tidak ada pertanyaan bahwa Trump seharusnya tidak me-retweet video dan ia hanya harus menurunkannya," ujar Senator Tim Scott, R-S.C. kepada "CNN State of the Union". Scott adalah satu-satunya Republik kulit Hitam di Senat.
"Saya pikir itu tidak bisa dipertahankan," ujarnya menambahkan. Tak lama setelah itu, Trump menghapus cicitan yang membagikan video tersebut.
Juru bicara Gedung Putih, Judd Deere, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Presiden Trump adalah penggemar berat the Villages. Dia tidak mendengar satu pernyataan yang dibuat di video. "Apa yang dia lihat adalah antusiasme yang luar biasa dari banyak pendukungnya," kata Deere.
Gedung Putih tidak menanggapi ketika ditanya apakah Trump mengutuk komentar pendukung atau tidak. Sementara itu, Joe Biden, calon presiden dari Partai Demokrat, mengecam Trump soal ini.
"Kami dalam pertempuran untuk jiwa bangsa dan presiden telah memilih satu pihak. Namun, jangan salah: ini adalah pertempuran yang akan kita menangkan," kata Joe Biden di Twitter.
Keputusan Trump untuk menyoroti video yang menampilkan slogan rasis muncul di tengah perhitungan nasional atas ras menyusul kematian George Floyd dan warga kulit hitam Amerika lainnya. Floyd, seorang pria berkulit hitam dari Minneapolis, meninggal setelah seorang petugas polisi kulit putih menekan lututnya ke leher Floyd selama beberapa menit.
Protes terhadap kebrutalan polisi dan bias dalam penegakan hukum pun tak terhindarkan terjadi di seluruh negeri bahkan dunia setelah kematian Floyd. Ada juga desakan untuk menghapus monumen Konfederasi dan mengubah nama pangkalan militer yang menghormati tokoh-tokoh yang berperang dalam Perang Saudara melawan Uni. Trump telah menentang upaya ini.
Trump telah mengarahkan pesan pemilihannya kembali pada kelompok pemilih yang sama, yang sebagian besar berkulit putih, yang mendukungnya empat tahun lalu. Dengan melakukan itu, ia telah memicu perpecahan rasial di negaranya pada saat ketegangan sudah tinggi.
Dia juga telah bermain dalam kecemasan anti-imigran dengan mengeklaim secara keliru bahwa orang-orang yang telah menetap di negara ini melakukan kejahatan dengan tingkat yang lebih tinggi daripada mereka yang lahir di AS.
Masa jabatan Trump di kantor tampaknya telah menguatkan kelompok supremasi kulit putih dan nasionalis, beberapa di antaranya telah memeluk kepresidenannya. Pada 2017, Trump menanggapi bentrokan di Charlottesville, Virginia, antara nasionalis kulit putih dan kontra-pemrotes. Dia mengatakan, ada orang yang sangat baik di kedua sisi.
Sherrilyn Ifill, presiden dan direktur-penasihat Dana Pertahanan dan Pendidikan Hukum NAACP, mengatakan kepada CBS bahwa ini benar-benar bukan tentang presiden yang menjatuhkannya. Menurut dia, ini tentang penilaian presiden dalam menghadapinya.
"Ini tentang apa yang diyakini presiden dan sudah waktunya bagi negara ini untuk benar-benar menghadapinya," ujarnya.