Senin 29 Jun 2020 16:24 WIB

Dosen Gaza: Rencana Aneksasi Beri Alasan Hamas-Fatah Bersatu

Dia pun mengapresiasi dukungan Indonesia atas isu Palestina.

Ahmad Omar Al Madani
Foto: Republika/Achmad Syalaby Ichsan
Ahmad Omar Al Madani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Suasana di Timur Tengah semakin memanas, seiring dengan rencana Israel akan menganeksasi sebagian wilayah Tepi Barat Palestina. Rencana ini disebut akan dilaksanakan pada 1 Juli mendatang.

Ahmed Mohammed Omar al Madani resah atas rencana aneksasi Israel ke Tepi Barat. Meski berasal dari tanah Gaza, dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Jawa Timur tersebut mengungkapkan, apa yang Israel lakukan saat ini akan menghancurkan semua kesempatan pembicaraan damai dengan Palestina sebagai satu negara.

"Berdasarkan kesepakatan Oslo, konsep untuk mendirikan negara Palestina berdasarkan perbatasan (yang disepakati) 1967— Lembah Yordania dan Pemukiman di Yerikho," jelas dia saat berbincang dengan Republika, Ahad (28/6). Peraih gelar doktor Universitas Airlangga (Unair) ini menjelaskan, apa yang dilakukan Israel mendorong warga Palestina untuk berkonflik dan berperang. Mereka melakukannya dengan dukungan Amerika Serikat.

Dia berharap rencana itu segera ditunda. Omar menjelaskan, Pemerintah Palestina sudah berbicara kepada negara-negara di Eropa. Presiden Mahmoud Abbas pun datang ke PBB dan mengatakan jika Palestina masih berada di bawah pendudukan. Permasalahannya, dia menjelaskan, Pemerintah AS di bawah Donald Trump mendukung rencana itu dilakukan dengan cepat agar bisa mendapatkan dukungan dari suara komunitas Yahudi sebelum Pemilu AS.

Di sisi lain, Omar menjelaskan, rencana aneksasi tersebut memberi alasan yang tepat kepada bangsa Palestina, khususnya Hamas dan Fatah un tuk bersatu. "Apa yang kami lakukan untuk mem buat mereka berhenti untuk berdemonstrasi dan membuat suara kami lebih terdengar. Sementara Hamas percaya dengan kekuatan senjata, " kata Umar.

Dia pun mengapresiasi dukungan Indonesia atas isu Palestina. Menurut Umar, rakyat dan Pemerintah RI selalu berdiri bersama bangsa Palestina di Gaza dan Tepi Barat khususnya sebagai saudara seagama. Dia mencontohkan, bagaimana Pemerintah RI menekan Pemerintah Australia saat hendak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota israel. Atas tekanan Indonesia, Australia mengurungkan niatnya tersebut.

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, sikap Israel ini sudah tidak bisa dibiarkan. Organisasi dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus menindak tegas dan menggagalkan rencana tersebut. "PBB harus menekan AS dan Dewan Keamanan PBB agar segera Israel dikeluarkan dari keanggotaan PBB atas genosida yang dilaku kan sejak tahun 1948," ujar dia.

Sikap arogan Israel terhadap bangsa Palestina disebut sebagai akibat dari standar ganda Amerika Serikat dalam menyelesaikan konflik Arab dan Israel. Dia menegaskan, Amerika selalu berada di belakang negara zionis meski pelang garan demi pelanggaran terhadap kemanusiaan. Kiai Muhyiddin menyebut, derita yang dirasakan masyarakat Palestina seakan tanpa akhir disaksikan langsung dunia internasional.

Ia juga menegaskan, saat ini bukan lagi saatnya bagi PBB untuk mengutuk atau mengecam tindakan Israel hanya dengan katakata. "Kepada semua bangsa cinta damai di dunia, terutama Liga Arab, Gerakan Non-Blok (GNB), serta Lembaga dunia lainnya, agar bertin dak tegas menyelamatkan Palestina," jelas dia.

Hubungan diplomatik dan dagang dengan Israel sudah seharusnya dicabut atau diputus. Tindakan ini segera dilakukan sebagai langkah tegas mengucilkan negara tersebut dari dunia internasional. Khusus kepada negara Liga arab, Kiai Muhyiddin meminta agar segera beraksi. Pelanggaran yang dilakukan Israel selama ini sudah di luar batas kemanusiaan. "Indonesia harus tampil di garda terdepan untuk menyelamatkan Palestina, khususnya al-Aqsa," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement