REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Petugas medis Venezuela menghadapi peningkatan risiko tertular virus corona lantaran minimnya peralatan perlindungan atau APD. Hal itu diungkapkan legislator oposisi dan organisasi nonpemerintah yang berfokus pada kesehatan, Senin (29/6).
Negara OPEC tersebut, yang menjalankan karantina sejak 17 Maret, sedang berjuang di bawah krisis ekonomi hiperinflasi yang melemahkan layanan inti, seperti pasokan air bersih, dan menyebabkan banyak rumah sakit tanpa sanitasi mendasar.
"Dalam empat bulan karantina, rumah sakit tidak mendapatkan material, peralatan medis tidak diperbaiki, tidak mendapat tempat tidur dan ventilator tidak dipasang," kata anggota dewan sekaligus dokter, Jose Manuel Olivares, saat konferensi pers daring. Petugas kesehatan meninggal "karena tidak ada masker ... tidak adanya sarung tangan," katanya.
Ia menambahkan bahwa rumah sakit "tidak memiliki air, listrik dan obat-obatan." Kongres, yang dimotori oleh kubu oposisi dan Doctors United for Venezuela mengatakan enam dokter gugur akibat Covid-19 selama 19-28 Juni di Negara Bagian Zuliadi barat, yang menjadi episentrum Covid-19. Menurut Doctors United for Venezuela, seorang perawat juga gugur akibat penyakit tersebut selama periode yang sama.
Kementerian Informasi Venezuela belum memberikan tanggapan untuk dimintai keterangan. Statistik resmi menunjukkan terdapat 5.297 kasus Covid-19 dengan 44 kematian. Sejumlah kelompok, seperti Johns Hopkins Center for Public Health dan Human Rights Watch, meragukan angka resmi tersebut dan ruang lingkup tes Covid-19 yang dilakukan.