Kamis 02 Jul 2020 11:46 WIB

Trump: Intelijen Ragu Rusia Minta Taliban Bunuh Tentara AS

Trump mengaku tak diberi tahu tentang Rusia yang membunuh pasukan AS di Afghanistan

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Tentara Amerika Serikat yang tergabung dalam Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berjalan melewati bangkai kendaraan usai serangan bom di Kandahar, Kabul, Afghanistan, Kamis (19/1).
Foto: AP/Allauddin Khan
Tentara Amerika Serikat yang tergabung dalam Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berjalan melewati bangkai kendaraan usai serangan bom di Kandahar, Kabul, Afghanistan, Kamis (19/1).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan ia tidak diberi tahu tentang laporan Rusia memberi imbalan pada milisi untuk membunuh pasukan AS di Afghanistan. Sebab, banyak pejabat intelijen AS yang meragukan kebenaran laporan tersebut.

"Kami tidak pernah mendengarnya karena intelijen tidak pernah menemukan hingga tahap itu, banyak orang-orang intelijen yang sama sekali tidak percaya hal itu terjadi," kata Trump di stasiun televisi Fox Business Network, Kamis (2/7).

Baca Juga

Hal ini bertentangan dengan empat orang sumber intelijen AS dan satu orang sumber dari Eropa serta kesimpulan CIA dalam laporan mereka pada Mei lalu. Empat orang intelijen dan satu orang Eropa mengetahui tentang laporan tersebut.

Mereka mengatakan, beberapa pekan terakhir Amerika Serikat mendapatkan bukti yang mendukung tuduhan Rusia dorong milisi yang memiliki afiliasi dengan Taliban untuk membunuh pasukan AS dan sekutu-sekutunya di Afghanistan. Sumber-sumber yang tidak menyebutkan nama mereka itu mengatakan informasi terbaru membuat pakar pemerintah AS mengabaikan pertanyaan Badan Keamanan Nasional AS mengenai tuduhan tersebut.

Salah satu dari para sumber dan orang kelima yang mengetahui persoalan ini mengatakan komunitas intelijen yakin Rusia mendorong Taliban membunuh pasukan AS. Tapi apakah Rusia memberikan imbalan atau tidak masih diperdebatkan. 

Sumber keenam mengatakan CIA cukup yakin dengan laporan tersebut sehingga mereka memasukkannya dalam jurnal bulanan CIA World Intelligence Review, sebuah publikasi yang secara informal disebut 'The Wire'. "(Yang tercantum dalam publikasi itu) seluruh klaim yang mengacaukan pemerintah belum selesai, belum terverifikasi, dan bukan produk komplit," kata orang tersebut yang meminta tidak disebutkan namanya karena sensitifnya isu ini.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement