REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH - Otoritas Palestina (PA) pada Kamis mengatakan pihaknya akan memotong gaji puluhan ribu pegawainya setelah aksi protesnya terhadap rencana aneksasi Israel di Tepi Barat menyebabkan krisis keuangan kian parah.
Sektor ekonomi di Palestina telah terpuruk akibat Covid-19. Krisis itu diperparah setelah Otoritas Palestina pada bulan lalu menolak penyerahan uang pajak yang dipungut oleh Israel. Otoritas Palestina memiliki kekuasaan yang terbatas di Tepi Barat karena adanya perjanjian damai sementara.
Lebih dari separuh pemasukan Otoritas Palestina berasal dari penerimaan pajak sebanyak 190 juta dolar AS (sekitar Rp 2,72 triliun) per bulan. Pajak itu dipungut dari bea masuk produk impor ke Tepi Barat dan Gaza yang dikirim lewat pelabuhan-pelabuhan di Israel. Otoritas Palestina menolak pajak itu setelah membatalkan perjanjian bilateral dengan Israel pada Mei.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya berencana membawa isu aneksasi untuk dibahas bersama kabinetnya pada 1 Juli. Namun, rencana itu tidak terwujud. Salah satu alasannya, Israel masih menunggu lampu hijau atau dukungan dari Amerika Serikat terhadap rencana pencaplokan Tepi Barat.
PM Netanyahu ingin memperluas kedaulatan Israel di Tepi Barat, wilayah tempat permukiman Yahudi dibangun, dan Lembah Yordania.
Setelah Palestina memprotes aneksasi, sektor perekonomiannya ikut terdampak. "Penolakan terhadap uang pajak dan penurunan pendapatan secara umum menyebabkan pemasukan menurun sampai 80 persen," kata Menteri Keuangan Palestina Shukri Bishara. Ia menyebut pandemi Covid-19 turut menyebabkan penurunan itu.
Ia mengumumkan 132 ribu pegawai Otoritas Palestina akan mengalami pemotongan gaji sampai setengahnya, tetapi tidak turun melewati batas upah minimum sebesar 1.750 shekels (sekitar Rp 7,25 juta) per bulannya.
Meskipun perekonomian terpuruk, Palestina tetap memberlakukan karantina di beberapa kota Tepi Barat karena kasus positif Covid-19 naik. Rencananya, karantina akan diperluas di seluruh wilayah Tepi Barat pada Jumat (3/7).
Sebagian besar pegawai Otoritas Palestina tinggal di Tepi Barat, sementara 30 ribu lainnya berdomisili di Gaza, wilayah yang dikuasai Hamas.