REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Pemerintah Amerika Serikat (AS) meminta seorang pejabat senior Eropa ditunjuk mengisi jabatan Perwakilan Khusus PBB untuk Libya yang kosong setelah utusan sebelumnya Ghassan Salame mengundurkan diri pada Maret kemarin.
Setelah eks utusan PBB asal Lebanon itu mengundurkan diri dari jabatannya karena "alasan kesehatan", selama tiga bulan ini belum ada perwakilan diplomasi PBB di Libya yang ditunjuk.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengusulkan kandidat diplomat asal Aljazair Ramtane Lamamra ke Dewan Keamanan PBB (DK PBB) tetapi nama itu ditolak oleh AS. Penunjukan utusan hanya dapat dilakukan atas persetujuan 15 anggota DK PBB.
Usulan lain dari Guterres yaitu mantan Menteri Luar Negeri Ghana Hanna Serwaa Tetteh juga ditolak oleh AS, menurut penuturan sumber diplomatik. AS mencari orang Eropa terbaik untuk posisi itu.
Otoritas AS menginginkan orang Eropa menempati posisi sebagai Perwakilan Khusus PBB untuk Libya, menurut informasi yang dihimpun koresponden Anadolu Agency dari seorang diplomat di DK PBB yang tak ingin disebutkan namanya.
Diplomat itu mengatakan AS sebelumnya sudah mengusulkan mantan Perdana Menteri Denmark Helle Thorning Schmidt untuk mengambil posisi negosiator konflik di Libya, namun setelah itu Schmidt mengundurkan diri dari pencalonannya.
"AS masih mencari nama tingkat tinggi seperti mantan menteri luar negeri Eropa atau perdana menteri," ujar diplomat itu.
Menurut sumber-sumber diplomatik, AS juga mengusulkan dua nama yang terpisah dan dua posisi yang berbeda untuk Libya. Satu untuk fokus hanya pada negosiasi dan lainnya untuk memimpin Misi Dukungan PBB di Libya (UNSMIL). Namun usulan ini tidak didukung oleh negara anggota DK PBB lain.
Libya dirundung perang saudara sejak penggulingan dan pembunuhan terhadap pemimpin mereka Muammar Khaddafi pada 2011.
Pemerintah baru negara itu didirikan pada 2015 berdasarkan perjanjian yang dipimpin PBB, tetapi upaya untuk penyelesaian politik jangka panjang gagal karena serangan militer oleh pasukan jenderal Khalifa Haftar.
PBB mengakui pemerintah Libya yang dipimpin oleh Fayez al-Sarraj sebagai otoritas yang sah negara itu. Sementara Haftar didukung oleh Rusia, Prancis, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA).