Ahad 05 Jul 2020 12:13 WIB

Peneliti: WHO Abaikan Penularan Virus Corona Melalui Udara

Semakin banyak bukti virus corona dapat menular melalui udara

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Virus corona dalam tampilan mikroskopik. (ilustrasi)
Foto: EPA/CDC
Virus corona dalam tampilan mikroskopik. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEATTLE -- Melalui surat terbuka pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 200 ilmuwan lebih dari seluruh dunia menentang pandangan resmi tentang penyebaran virus corona. Para ilmuwan itu memperingatkan semakin banyak bukti virus tersebut dapat menular melalui udara.

Para ilmuwan mengatakan virus corona mungkin dapat bertahan sebagai partikel-partikel kecil di udara dalam waktu yang lama dan mengambang beberapa meter.  Ruang tertutup dengan ventilasi yang buruk seperti transportasi publik menjadi tempat yang paling mengkhawatirkan. Sebab walaupun masyarakat mematuhi peraturan pembatasan sosial seperti jaga jarak, penyebaran virus dapat tetap terjadi. Dalam surat terbuka itu para peneliti menuduh WHO gagal menyampaikan risiko penularan dengan tepat.

Baca Juga

Dilansir dari media Australia the New Daily, Ahad (5/7) 239 peneliti mengirimkan surat terbuka ke WHO. Mereka mengatakan pendoman pencegahan penularan yang dikeluarkan organisasi kesehatan PBB itu mengabaikan bukti penularan di udara.

Selama ini WHO selalu mengatakan publik hanya perlu memperhatikan dua tipe penularan. Pertama dari tetesan air liur orang yang terinfeksi sehingga masyarakat harus jaga jarak satu sama lain. Lalu penularan tipe kedua dari permukaan benda yang di mana virus berada. Sehingga masyarakat diminta  tidak menyentuh wajah, mata, hidung, atau mulut saat sedang berada di ruang publik.

Para peneliti yang mengirim surat ke WHO meyakini ada tipe penularan ketiga yang berada dibalik peristiwa yang disebut 'penyebaran-super'. Penyebaran yang ditemukan terjadi di restoran-restoran di China di awal pandemi.

Pengunjung yang duduk di meja yang terpisah tetap tertular. Penyebaran yang sama juga terjadi pada paduan suara Negara Bagian Washington, Amerika Serikat (AS). Padahal mereka sudah mengambil tindakan pencegahan.  

Para peneliti mengatakan sejumlah penelitian menunjukkan tetesan air liur yang sangat kecil atau yang dikenal partikel aerosol dapat bertahan di udara dalam waktu yang lama. Partikel tersebut juga dapat mengambang beberapa meter. Hal itu membuat ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk seperti bus sangat berbahaya walaupun masyarakat sudah menjaga jarak 2 meter satu sama lain.

"Kami 100 persen yang mengenai ini," kata profesor ilmu atmosfer dan rekayasa lingkungan  Queensland University of Technology Lidia Morawska.

Ia salah satu pakar dari 32 negara yang mengirimkan surat terbuka tersebut. Temuan mereka akan dipublikasikan di jurnal ilmiah pekan depan.

Surat itu dikirimkan ketika WHO melaporkan pertambahan tertinggi jumlah kasus infeksi dalam satu hari. Dalam 24 jam, WHO melaporkan 212.326 kasus  baru di seluruh dunia.

AS, Brasil, dan India menjadi negara dengan jumlah kasus baru terbanyak. Kasus kematian tetap bertahan di angka 5.000 per hari.

Surat terbuka para peneliti itu mengingatkan betapa pentingnya penggunaan masker. Pemakaian masker dapat mencegah aerosol keluar dari mulut atau menghindari partikel-partikel mikroskopis di udara terhirup. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement