REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Khalifa Haftar semakin memperbanyak tentara bayaran asing di barisannya guna menutup kekurangan sumber daya manusia dalam menggelar serangan untuk merebut Tripoli, ibu kota Libya. Pemimpin milisi tak sah di timur Libya Haftar mencoba memanfaatkan kekosongan pemerintahan di Libya setelah upaya kudeta pada 2014.
Setelah mengambil alih wilayah selatan pada awal 2019, Haftar menargetkan ibu kota Tripoli sebagai sasarannya atas dukungan kekuatan asing. Wilayah Tripoli menampung lebih dari setengah populasi negara itu sebagai ibu kota dan memiliki posisi resmi di mana perwakilan diplomatik dan lembaga pemerintah berlokasi.
Haftar berambisi untuk merebut Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA), yang diakui oleh PBB dan masyarakat internasional sebagai pemerintahan Libya yang sah. Namun, Haftar, yang gagal total untuk capai kemenangan secara "cepat dan pasti" yang telah dia janjikan dalam 14 bulan terakhir, membutuhkan sumber daya manusia yang lebih banyak lagi untuk melanjutkan serangannya setelah kalah bertubi-tubi melawan tentara Libya.
Meski dia mencoba mendirikan milisi yang dipimpinnya dengan nama "Tentara Nasional Libya (LNA)" terlihat seperti angkatan bersenjata resmi, namun pasukan Haftar itu bisa dikatakan sebagai sebuah "gangster". Haftar menyatukan para milisi di bawah satu atap dengan iming-iming seperti penguasaan wilayah, pendapatan ilegal, pendanaan luar negeri, dan hasil dari penjarahan.
Tentara bayaran dari Suriah
Menurut informasi kredibel yang didapatkan, Rusia membawa tentara bayaran dari wilayah Suriah, di bawah kendali rezim Assad, ke Libya untuk berperang bersama milisi pro-haftar. Rusia semakin memperkuat barisan Haftar di Libya dengan mengirim tentara bayaran baru dari Suriah.
Sebagian dari prajurit baru yang dikirim ini terdiri dari warga Iran dan Afghanistan. Para tentara bayaran dibawa ke tempat-tempat militer Rusia di provinsi Latakia, Suriah untuk pelatihan yang diperlukan sebelum bergabung dengan barisan Khalifa Haftar.
Di antara tentara bayaran baru yang dikirim Rusia ke Libya, setidaknya ada delapan mantan anggota Daesh/ISIS dari Deir ez-Zor yang menandatangani "kesepakatan" dengan rezim dan kemudian bergabung dengan Brigade al-Quds. Menurut sumber tersebut, mantan anggota Daesh/ISIS itu berasal dari daerah Dablan, Deir ez-Zor dan mereka bertempur dalam barisan Daesh/ISIS selama hampir 2,5 tahun.
Sejauh ini total tentara bayaran yang dikirim oleh Rusia dari berbagai provinsi di Suriah untuk mempertahankan Haftar telah mendekati 2.000 orang. Para pakar pelacak lalu lintas udara baru-baru ini menemukan pesawat penumpang dan pesawat kargo "Cham Wings", yang ada dalam daftar sanksi AS karena berhubungan dengan rezim Assad, lepas landas dari Suriah dan mendarat di pangkalan udara Haftar di Libya.
Ribuan tentara bayaran Wagner bertarung di garis depan
Wagner Group, organisasi paramiliter milik Yevgeny Prigozhin, yang dikenal sebagai "Koki" karena juga menjalankan bisnis makanan Istana Kremlin, yang juga memiliki kedekatan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Wagner dikenal karena keterlibatan mereka dalam aneksasi ilegal Krimea oleh Rusia dan perannya mendukung kelompok separatis di timur Ukraina, dan kegiatan mengirim tentara bayaran di Suriah, Ukraina, dan negara-negara Afrika.
Menurut laporan yang disusun oleh Bloomberg yang berbasis di AS yang mengutip pernyataan para pakar PBB, perusahaan keamanan Rusia Wagner, yang dekat dengan Kremlin, masih terus mendukung Haftar di Libya.
Lebih dari 200 tentara bayaran yang berafiliasi dengan Wagner telah aktif beroperasi di garis depan barisan haftar sejak 2018, sekitar 39 di antaranya bertugas sebagai penembak jitu. Pasukan swasta Rusia di negara itu memberikan dukungan teknis dan partisipasi langsung dalam operasi lapangan kepada putschist Haftar.
Pemerintah Sudan gerebek tentara bayaran
Pemerintah Sudan mengumumkan bahwa 122 tentara bayaran yang bersiap untuk pergi ke Libya telah ditangkap dalam operasi baru-baru ini dalam upaya negara itu untuk mengatasi isu internasional soal meningkatnya pejuang Sudan di Libya.
Uni Emirat Arab (UEA) melalui sebuah perusahaan keamanan bernama Blackshield, pada Januari kemarin mengiming-imingi orang-orang Sudan untuk bekerja di sebuah perusahaan keamanan di UEA.
Namun langkah UEA untuk merekrut tentara bayaran dari Sudan untuk Haftar itu terungkap setelah orang-orang Sudan yang dibawa ke Libya menyatakan keberatan dan ingin kembali ke negara mereka.
Milisi Janjaweed yang terkenal kejam dari Darfur, Sudan
Pasukan paramiliter Janjaweed, yang dituduh melakukan genosida dalam perang saudara di Darfur di barat Sudan, berada di garis depan pasukan Haftar di Libya. Menteri Dalam Negeri Libya Fathi Basaga menekankan bahwa Haftar memberikan pangkalan militer kepada UEA untuk menempatkan petarung asing Wagner, milisi Janjaweed dan kelompok pemberontak Chad.
Laporan itu juga tercermin dalam laporan Dewan Keamanan PBB bahwa ada banyak pejuang dari Darfur di Libya. Kelompok pemberontak Darfur itu juga memperoleh banyak senjata dan sumber daya di Libya, terlibat dalam aksi kejahatan seperti perdagangan senjata dan perdagangan manusia.