REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel saat ini sudah menahan sebanyak 160 anak-anak Palestina di penjara. Selama pandemi Covid-19, Israel dilaporkan mempercepat penangkapan terhadap anak-anak Palestina meski ada seruan internasional untuk mengurangi populasi penjara dunia untuk mencegah penularan wabah.
Dalam laporan The Electronic Intifada pada Kamis (9/7), Israel menangkap tiga remaja Palestina pada bulan lalu, sehingga mengganggu ujian sekolah menengah mereka yang dikenal sebagai tawjihi. Tiga anak itu adalah Amin al-Sulaibi, Khalaf Shakarneh, dan Saifuddin Najajreh.
Seluruh anak tersebut berusia 17 tahun dan mereka ditahan dalam razia pra-fajar yang terpisah di rumah mereka di kota Betlehem di Tepi Barat yang diduduki pada 9 Juni lalu. Mengikuti proses tawjihi diperlukan untuk lulus dari sekolah menengah.
Namun, anak-anak Palestina harus sering mengulang kelas setelah dibebaskan dari penjara Israel, sebagaimana laporan Defense for Children International Palestine. "Pihak berwenang Israel memahami pentingnya ujian tawjihi," kata Direktur Program dengan Kelompok HAM Defense for Children International Palestine, Ayed Abu Eqtaish.
Eqtaish mengatakan tujuan Israel menahan anak-anak itu adalah memang supaya mereka tidak bisa menyelesaikan pendidikannya. Hal ini dipandang lebih baik ketimbang meminta pertanggungjawaban anak atas kesalahan tertentu.
Kelompok advokasi anak-anak tersebut mendokumentasikan 120 pelanggaran terkait pendidikan oleh militer Israel terhadap anak-anak dalam rentang waktu Agustus dan Februari tahun ini. Ini termasuk penahanan anak-anak dari atau di dekat sekolah dan serangan terhadap sekolah.
"Anak-anak Palestina sering mengalami kekerasan fisik dan pelecehan dalam perjalanan ke dan dari penggerebekan sekolah, militer dan pemukim, pidato kebencian di dinding sekolah, dan pembongkaran sekolah secara total dan parsial," kata Defense for Children International Palestine.