Ahad 12 Jul 2020 05:57 WIB

Mungkinkah ISIS Bangkit Kembali dan Semakin Kuat?

ISIS perlahan tengah membangun basis kekuatannya di wilayah Irak.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
ISIS perlahan tengah membangun basis kekuatannya di wilayah Irak. Gerakan ISIS (ilustrasi)
Foto:

Bulan lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa kekhalifahan ISIS telah 100 persen dihancurkan di bawah pemerintahannya. Namun nyatanya, Michael Knights dari Washington Institute for Near East Policy (kebijakan Timur Dekat) mengatakan bahwa ISIS baru saja pindah ke Irak. Di sana, kelompok ini bangkit dari kekalahannya dan telah menjelma menjadi pemberontakan yang kuat dan berkelanjutan. Knights sendiri telah melacak aktivitas ISIS.  

"Negara Islam telah memasukkan kembali para ahli dan pemimpin taktis dan pembuat bom dari Suriah. Peningkatan dalam serangan ISIS yang kami saksikan di Irak adalah para pejuang dari Suriah yang menyebar ke seluruh provinsi Irak yang berbeda," kata Knights.  

Kebangkitan ISIS ini terjadi ketika Amerika Serikat dan mitranya dalam Koalisi Global untuk Mengalahkan ISIS menurunkan skala operasi di Irak. Amerika Serikat berada di bawah tekanan khusus untuk pergi, setelah serangan pesawat tak berawak Amerika Serikat menewaskan jenderal Iran Qassem Soleimani dan seorang pemimpin milisi Syiah di Irak pada Januari lalu.   

photo
Para militan ISIS (ilustrasi). - (AP)

Insiden yang membunuh jenderal Iran itu memicu serangan terhadap pasukan Amerika Serikat dari kelompok-kelompok milisi yang didukung Iran. Baru-baru ini, Koalisi memindahkan enam pangkalan ke kontrol Irak, mengembalikan sejumlah tentara dan staf ke negara asal dan memindahkan ke pangkalan pusat di Baghdad untuk kegiatan konsultasi dan koordinasi  

Dalam sebuah pernyataan, Satuan Tugas Koalisi (The Coalition Task Force) mengatakan bahwa Pasukan Keamanan Irak akan mendapatkan kualitas yang sama dari dukungan Koalisi dari pasukan Koalisi yang lebih sedikit, yang beroperasi dari pangkalan yang lebih sedikit. Namun, para pejabat Irak mengatakan kepada ABC, bahwa mereka khawatir pasukan asing akan pergi.  

Di sisi lain, jatuhnya harga minyak global telah menghilangkan sumber utama pendapatan pemerintah Irak. Hal itu juga memicu kekhawatiran mereka akan kesulitan untuk membayar tentaranya.  

Tanpa intervensi, ISIS dinilai dapat meningkatkan kemampuan operasionalnya dan kembali dapat mencapai target di luar basisnya. Knights mengatakan, strategi yang dilakukan ISIS saat ini adalah menjadi aktor politik, militer dan ekonomi yang paling penting di daerah-daerah pedesaan di Irak.  

Menurutnya, ISIS berencana untuk mendirikan basis ekonomi, sehingga mereka dapat mulai merencanakan dan melakukan serangan yang lebih canggih. Selain memegang Raqqa, Mosul, dan daerah lainnya, ISIS juga dikatakan mampu mengembangkan operasi eksternal yang sangat maju terhadap Eropa.  

Tidak hanya itu, menurutnya, ISIS juga membangkitkan afiliasi di tempat lain. Termasuk pemberontakan yang sedikit dipublikasikan namun serius di Nigeria, Mesir, dan Filipina. Pada Maret 2020, lusinan orang terbunuh saat gerilyawan yang terkait ISIS menyerbu sebuah kuil Sikh di Afghanistan.  

photo
Ilustrasi Gerakan ISIS - (Foto : MgRol112)

Di sisi lain, keluarga dari para pejuang kelompok militan itu menjadi masalah. Salah satu kesulitan terbesar bagi  negara-negara yang bergulat dengan ISIS adalah apa yang harus dilakukan dengan teroris yang ditangkap dan keluarga mereka.  

Menurut sebuah laporan baru-baru ini oleh analis Irak Husham Al-Hashimi, ada lebih dari 300 ribu orang dengan keterkaitan keluarga dengan ISIS di kamp-kamp di seluruh Irak. Al-Hashimi terbunuh di Baghdad bulan ini.  

Dalam laporannya, dia menuliskan bahwa sebuah penyelidikan oleh badan-badan keamanan dan intelijen Irak mengaitkan lonjakan serangan ISIS baru-baru ini dengan keluarga pengungsi dari militan ISIS yang kembali ke daerah asal mereka.  

"Para pejabat mengatakan mereka mencapai kesimpulan ini setelah melihat pola yang berkaitan dengan kembalinya keluarga-keluarga ini serta informasi dari pasukan lokal dan suku," tulis Al-Hashimi.  

Keluarga dengan keterkaitan ISIS itu dipandang dengan kecurigaan yang mendalam. Mereka mungkin disalahkan atas kegiatan ISIS yang tengah berlangsung hanya karena hubungan masa lalu mereka.  

Sementara itu, adapula kekhawatiran tentang ribuan keluarga ISIS, termasuk wanita dan anak-anak Australia, yang ditahan di negara tetangga Suriah. Puluhan ribu anggota keluarga dari para pejuang itu tetap berada di kamp-kamp. Sedangkan pemerintah asing, termasuk Australia, enggan untuk mengambil kembali warganya. 

Baru-baru ini, Turki melakukan serangan militer terhadap para penawan Kurdi. Selain itu, ada penarikan kelompok bantuan karena virus corona. Hal ini lantas menimbulkan kekhawatiran ISIS mungkin dapat meningkatkan jumlahnya dengan melakukan penembakan massal. Taktik ini sebelumnya digunakan di Irak.  

Knights berpendapat, mencegah ISIS dari penguasaan wilayah sangat penting dalam rangka menghentikan ISIS menjadi ancaman global kembali. Jika mereka diabaikan, ISIS pada akhirnya akan mendapatkan kembali kemampuan untuk membom kota-kota Irak, dan kemudian menarik relawan dari negara-negara Barat. Di samping itu, mereka juga bisa mengirim relawan itu kembali sebagai agen penyerang. 

"Jika kita ingin mencegah hal itu terjadi lagi, maka kita perlu mencegah ISIS mengendalikan bahkan wilayah terkecil di Irak dan Suriah," kata Knights.

Sumber: https://www.abc.net.au/news/2020-07-11/islamic-state-is-back-and-the-west-is-partly-to-blame/12429296

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement