Rabu 15 Jul 2020 10:43 WIB

Kasus Proyek Kempupera, KPK Ultimatum Bos PT Sharleen Raya 

KPK menetapkan Komisaris dan Direktur PT Sharleen Raya, sebagai tersangka.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Pelaksana Harian (Plh) Juru Bicara KPK yang baru Ali Fikri
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Pelaksana Harian (Plh) Juru Bicara KPK yang baru Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Arta John Alfred agar koperatif memenuhi panggilan penyidik pada Senin (20/7) pekan depan. Penyidik KPK membutuhkan keterangan Hong Artha sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek di  Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016.

"KPK mengingatkan kepada tersangka (Hong Arta John Alfred) untuk bersikap kooperatif dan segera memenuhi kewajiban hukum tersebut sebagaimana pemanggilan Penyidik KPK untuk hadir pada Senin tanggal 20 Juli 2020," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Rabu (15/7). 

Sedianya, kata Ali, penyidik telah memanggil Hong Arta untuk diperiksa sebagai tersangka pada Senin (13/7). Namun, Hong Arta melalui tim penasihat hukumnya meminta penundaan pemeriksaan. 

"Kami mendapatkan informasi sebagaimana surat tertanggal 13 Juli 2020 yang disampaikan oleh Tim penasihat hukum perihal permohonan penundaan pemeriksaan kliennya," ujar Ali.

KPK menetapkan Komisaris dan Direktur PT Sharleen Raya, Hong Arta John Alfred sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Hong Artha diduta bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar dari Hong Artha.

Hong Artha sendiri merupakan tersangka ke-12 setelah sebelumnya KPK menetapkan 11 orang lainnya. Dari 11 orang tersebut, 10 di antaranya sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara. Penetapan status tersangka terhadap Hong Artha dilakukan pada 2 Juli 2019 lalu. Namun, hingga kini, KPK belum melakukan penahanan terhadap Hong Artha.

Kasus ini bermula dari penangkapan mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti pada 13 Januari 2016. Dalam perkara tersebut, Amran telah divonis enam tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider empat bulan kurungan karena menerima Rp 2,6 miliar, Rp 15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura. Sementara Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp 1 miliar.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement