REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Sudan membutuhkan dana darurat sebesar 283 juta dolar AS untuk menangani pandemi Covid-19 dan dampak ekonomi yang ditimbulkan. Pandemi Covid-19 benar-benar memukul negara tersebut karena jutaan warganya menghadapi kelaparan.
"Covid-19 tiba di Sudan pada saat bagian yang semakin meningkat dari populasi sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dan sistem kesehatan sudah berada di bawah tekanan ekstrem," kata koordinator kemanusiaan PBB di Sudan Gwi-Yeop Son pada Ahad (19/7), dikutip laman Al Arabiya.
Dia mengatakan, pandemi telah memperburuk krisis ekonomi dan memukul daya beli masyarakat. Sementara, pembatasan pergerakan telah menghambat warga mengakses makanan, perawatan kesehatan, dan layanan dasar. "Kecuali kita bertindak sekarang, kita harus siap untuk serangkaian tragedi manusia," ujarnya.
Wakil Kepala Kantor Koordinasi Kemanusiaan PBB untuk Sudan Tinago Chikoto mengungkapkan, lebih dari 9,6 juta warga atau hampir seperempat dari total populasi negara tersebut menghadapi kelaparan hebat. Itu merupakan angka tertinggi yang pernah tercatat.
Sudan memang tengah menghadapi krisis ekonomi akut. Pada Mei lalu, inflasi mencapai 114 persen. Masyarakat antre berjam-jam untuk membeli makanan dan bahan bakar. Pada akhir 2018 hingga kuartal pertama 2019, Sudan dibekap gelombang demonstrasi. Massa turun ke jalan untuk memprotes keputusan pemerintah menaikkan harga roti sebesar tiga kali lipat.
Aksi itu menjalar dan berujung pada digulingkannya presiden Omar al-Bashir. Dia telah memerintah selama 30 tahun. Sejauh ini Sudan telah melaporkan 10.762 kasus Covid-19 dengan 680 kematian.