REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mendesak Azerbaijan dan Armenia untuk menahan konflik setelah bentrokan di perbatasan, Senin (20/7). Kedua negara dalam beberapa pekan terakhir telah bersitegang hingga terjadi bentrokan yang mengorbankan jiwa dari militer dan sipil.
"Sekretaris Jenderal mengikuti dengan keprihatinan mendalam tentang ketegangan saat ini antara Azerbaijan dan Armenia. Dia menyerukan pengekangan maksimum, karena konflik penuh antara kedua negara akan menjadi bencana," kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric.
Negara bertetangga itu memang telah lama berselisih soal pelepasan Azerbaijan, terutama wilayah etnik Armenia di Nagorno-Karabakh. Namun, ledakan terbaru terjadi di sekitar wilayah Tavush di timur laut Armenia, sekitar 300 km dari daerah tersebut.
Rusia yang memiliki pangkalan militer di Armenia telah mendesak kedua pihak untuk menghentikan tembakan dan menunjukkan penahanan kekuatan. Kremlin mengatakan, negara itu siap bertindak sebagai mediator.
Kekhawatiran internasional semakin meningkat karena konflik kedua negara menjadi ancaman terhadap stabilitas wilayah yang menjadi koridor untuk pipa penyalur minyak dan gas dari Laut Kaspia ke pasar global. Wakil Presiden perusahaan energi negara bagian SOCAR, Azeri, Elshad Nassirov, mengatakan, beberapa infrastruktur energi yang terlibat dalam pengiriman minyak Kaspia dan gas ke pasar dunia memang terletak di sekitar operasi militer saat ini.