REPUBLIKA.CO.ID, PARIS — Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengaku prihatin atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga Uighur di Provinsi Xinjiang, China. Menurutnya pengamat independen internasional serta Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Michelle Bachelet harus diizinkan mengunjungi wilayah tersebut.
“Semua praktik di daerah itu tidak dapat diterima karena bertentangan dengan semua konvensi HAM global dan kami mengutuk mereka dengan keras,” ujar Le Drian pada Selasa (21/7) dikutip laman Anadolu Agency.
Dia mengatakan Prancis terus memantau perkembangan di Xinjiang dengan hati-hati. Pada Senin (20/7) lalu, Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada 11 perusahaan China yang dianggap terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap etnis minoritas Uighur di Xinjiang.
Seluruh perusahaan tersebut akan dibatasi untuk mengakses barang-barang asal Washington, termasuk komoditas dan teknologi. Kesebelas perusahaan Cina yang dijatuhi sanksi adalah Changji Esquel Textile Co Ltd, Hefei Bitland Information Technology Co Ltd, Hefei Meiling Co Ltd, Hetian Haolin Hair Accessories Co Ltd, Hetian Taida Apparel Co, Ltd, KTK Group, Nanjing Synergy Tekstil Co Ltd, Nanchang O-Film Tech, dan Tanyuan Technology Co Ltd.
Mereka dituding melakukan pelanggaran HAM terhadap Uighur yakni berupa penahanan massal secara sewenang-wenang, kerja paksa, dan pengumpulan data biometrik tidak secara sukarela. Perusahaan-perusahaan itu pun dituduh menjalankan analisis genetik yang menargetkan kelompok minoritas Muslim di Xinjiang.
Menteri Perdagangan AS Wilbor Ross mengungkapkan penerapan sanksi terhadap 11 perusahaan tersebut bertujuan untuk memastikan barang-barang negaranya tidak dipakai oleh rezim China yang represif.
"Beijing secara aktif mempromosikan praktik kerja paksa yang tercela dan skema pengumpulan serta analisis DNA yang kejam untuk menekan warganya. Tindakan ini akan memastikan bahwa barang dan teknologi kami tidak digunakan dalam serangan tercela Partai Komunis Cina terhadap populasi minoritas Muslim yang tak berdaya," ujar Ross, dikutip laman the Washington Post.
Pada Ahad (19/7) lalu Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab menuding China melakukan pelanggaran HAM mengerikan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang. Dia menyebut sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab tak dapat dikesampingkan.
“Jelas bahwa ada pelanggaran HAM berat yang mengerikan. Kami sedang bekerja dengan mitra internasional kami dalam hal ini. Ini sangat, sangat mengganggu,” kata Raab dalam sebuah wawancara dengan BBC.