REPUBLIKA.CO.ID, Invasi AS atas Irak pada 2003 adalah puncak dari ambisi mereka untuk menumbangkan Irak selama ini. Pada Agustus 1990, Irak menginvasi dan mencaplok Kuwait. Hal ini kemudian menyebabkan intervensi militer oleh pasukan pimpinan Amerika Serikat dalam Perang Teluk Pertama.
J R Hiltermann (2007) dalam "A Poisonous Affair: America, Iraq, and the Gassing of Halabja"/ menyebutkan, pasukan koalisi melanjutkan dengan menargetkan kampanye pemboman kemudian meluncurkan serangan darat 100 jam melawan pasukan Irak di selatan Irak dan menduduki Kuwait.
Menjadikan Irak sebagai 'musuh bersama' memunculkan beragam spekulasi, salah satunya, skenario serangan tersebut adalah bagian dari grand designuntuk melemahkan benteng pertahanan perjuangan rakyat Palestina.
Sumatno dkk dalam "Saddam Hussein dan Krisis Teluk"menjelaskan, sikap Saddam yang sangat pro terhadap Palestina. Persoalan Kuwait erat sekali hubungannya dengan perjuangan Bangsa Palestina yang kini dalam keadaan terlunta-lunta.
Salah satu dalih mengapa Saddam Hussein mencaplok Kuwait adalah karena keinginannya mengusir Israel dari daerah-daerah yang telah didudukinya.
Yakni Tepi Barat Sungai Jordan, Jalur Gaza dan dataran tinggi Golan. Ia meihat penderitaan bangsa itu yang sudah lebih dari 20 tahun ditindasnya. Mereka membunuh orang-orang Palestina dengan seenaknya.
Bagi Saddam Hussein, saat itu merupakan waktu yang paling pas untuk memperbaiki Konstelasi Arab. Peta bumi yang sudah terpecah-pecah harus segera disatukan. Saddam Hussein menganggap, perang jihad yang akan dilakukannya adalah perjuangan orang-orang beriman melawan tentara Barat. Celakanya, tidak semua Muslim melihat masalah Teluk sebagai perjuangan Islam melawan campur tangan Barat