REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) mengatakan pada Senin dia akan bertemu secara teratur dengan para aktivis muda iklim. Menurutnya partisipasi dengan kaum muda di garis depan penting untuk meningkatkan aksi memperlambat pemanasan global.
Sekelompok tujuh orang, usia 18 hingga 28, dari tujuh negara akan duduk dengan Sekjen PBB Antonio Guterres untuk menasihatinya mengenai isu-isu pemanasan global, katanya dalam satu video pada Twitter. "Kami melihat orang-orang muda di garis depan aksi iklim, memperlihatkan kepada kami seperti apa kepemimpinan yang tegas," Guterres mengatakan dalam sebuah di Twitter.
Kelompok penasihat muda itu ditugaskan memberikan pandangan, gagasan, dan pemecahan masalah yang akan membantunya meningkatkan aksi iklim. "Kita berada dalam darurat iklim. Kita tak punya banyak waktu," tambahnya.
Pengumuman itu menandai satu pengakuan atas peran yang dimainkan kaum muda dalam memerangi perubahan iklim saat mereka menatap masa depan mereka. Pertemuan puncak satu hari PBB melibatkan lebih dari 1.000 pengampanye muda iklim dari lebih 120 negara.
Guterres, yang membuat perubahan iklim sebagai isu khasnya sejak menjabat pada 2017, mengatakan baru-baru ini bahwa pemerintah harus mempertimbangkan isu itu saat merancang respons stimulus ekonomi terhadap pandemi virus corona.
"Di mana uang pembayar pajak digunakan untuk menyelamatkan bisnis, hal ini perlu dikaitkan dengan mencapai lapangan kerja ramah lingkungan dan pertumbuhan berkelanjutan," kata Guterres pada Hari Bumi pada April.
Tak bisa berkumpul akibat pembatasan pandemi, aktivis muda dari sekitar 20 negara baru-baru ini tampil dalam siaran 24 jam di Youtube untuk berbagi ide tentang bagaimana memerangi pemanasan global.
Sebelumnya mereka tak mengikuti pelajaran sekolah, berjalan menyusuri kota-kota, dan berkumpul mengadakan doa malam bersama di luar gedung-gedung pemerintah dalam protes secara teratur pada Jumat.
Pendiri "Fridays for Future", gadis Swedia Greta Thunberg, 17 tahun, berpidato di PBB tahun lalu. Dia tak masuk dalam nama-nama yang dipilih dalam kelompok penasihat itu, yang memasukkan Nisreen Elsaim, aktivis iklim Sudan, Ernest Gibson dari Fiji, Vladislav Kaim, ekonom dari Moldova, Sophia Kianni, warga Amerika yang mendirikan usaha nirlaba untuk menerjemahkan informasi iklim ke dalam lebih dari 100 bahasa; Nathan Metenier dari Prancis; Paloma Costa seorang pengacara Brazil dan Archana Soreng dari India.