REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Spanyol mulai memasuki resesi ekonomi setelah nilai Produk Domestik Bruto (PDB) turun sampai 18,5 persen pada kuartal II 2020. Hal itu berdasarkan data dari Institut Statistik Nasional yang diterbitkan, Jumat (31/7).
Situasi itu disebabkan salah satunya oleh kebijakan karantina ketat yang diberlakukan pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19. Namun, langkah itu justru menghapus seluruh upaya pemerintah memulihkan ekonomi dari krisis dalam enam tahun terakhir.
Sejumlah pengamat sebelumnya memperkirakan PDB akan turun sampai 16,6 persen. Namun, nilai PDB yang anjlok sampai 5,2 persen pada Kuartal I 2020 menyebabkan Spanyol memasuki resesi terparahnya.
Pertumbuhan ekonomi Spanyol melambat sampai 22,1 persen (year-on-year) atau turun 4,1 persen dari kuartal sebelumnya. Sektor belanja domestik jadi penyumbang utama perlambatan tersebut ditambah oleh turunnya investasi dan nilai ekspor.
Perekonomian Spanyol sempat tumbuh dalam 24 kuartal berturut-turut sampai akhirnya melambat pada Kuartal I 2020. Padahal, perekonomian Spanyol baru akan pulih dari krisis keuangan 2008.
Pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi akan melambat sampai 9,2 persen pada 2020. Prediksi itu melampaui angka pertumbuhan yang juga anjlok akibat krisis keuangan 2008-2013. Namun, otoritas setempat berharap ekonomi akan kembali bertumbuh 6,8 persen pada 2021.
Pandemi Covid-19 menyebabkan sektor pariwisata terdampak oleh kebijakan karantina Inggris. Pariwisata merupakan sumber pendapatan utama Spanyol dan Inggris merupakan penyumbang turis terbesar di Negeri Matador.
Oleh karena itu, kepala ekonom Funcas, Raymond Torres, memprediksi perekonomian akan terus melemah sampai Kuartal III 2020, meskipun para analis memprediksi ekonomi akan mulai pulih. Pasalnya, 12,3 persen PDB Spanyol bergantung pada pariwisata.