REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Ribuan warga di Berlin berkumpul pada Sabtu (1/8) sore untuk menggelar aksi protes terhadap penanganan pandemi virus corona oleh pemerintah. Mereka menyatakan bahwa kebijakan pembatasan sosial yang diberlakukan pemerintah telah melanggar hak dan kebebasan orang.
Sekitar 17 ribu aktivis libertarian, loyalis konstitusional dan aktivis anti-vaksin berkumpul untuk melakukan aksi protes. Selain itu, ada juga kehadiran kelompok sayap kanan dan beberapa demonstran membawa bendera kekaisaran Jerman yang berwarna hitam, putih, dan merah.
Para pengunjuk rasa menyanyikan lagu "We Will Rock You" yang dibawakan oleh Queen, namun mereka mengganti liriknya dengan "We Are Free People!". Sementara pengunjuk rasa lainnya meneriakkan tuntutan, "Kami bersuara karena Anda telah mencuri kebebasan kami".
"Tuntutan kami adalah kembali ke demokrasi. Penggunaan masker telah memperbudak kita, dan ini harus dihapuskan," ujar seorang demonstran yang tidak mau menyebutkan namanya.
Aksi protes bermula dari seruan seorang pengusaha, Michael Ballweg yang menggelar aksi serupa di Stuttgart. Ballweg diketahui telah mencalonkan diri sebagai wali kota di wilayah tersebut.
Polisi kewalahan membendung para demonstran yang tidak mengikuti protokol kesehatan. Mereka tidak menjaga jarak sosial dan tidak mengenakan masker. Seorang politisi Sosial Demokrat, Saskia Esken mengkritik aksi protes tersebut. Esken menyebut para demonstran sebagai "covidiots".
"Mereka tidak hanya membahayakan kesehatan kita, mereka juga membahayakan kesuksesan kita melawan pandemi," ujar Esken dalam cicitannya di Twitter.
Sebelumnya, Jerman telah berhasil mengendalikan pandemi. Namun, setelah pemerintah melonggarkan pembatasan sosial, jumlah kasus baru virus corona meningkat lagi. Lebih dari 200 ribu orang terinfeksi virus corona dan hampir 1000 orang meninggal dunia karena virus tersebut.
Sebagian besar warga Jerman mematuhi protokol kesehatan yang diterapkan untuk mencegah penularan virus corona. Pemerintah telah mewajibkan tes virus corona bagi para pendatang yang baru datang dari negara dengan risiko tinggi. Namun, kalangan minoritas sangat vokal menentang kebijakan pemerintah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Mereka menyebut pandemi virus corona sebagai konspirasi belaka.