Selasa 04 Aug 2020 20:36 WIB

Negara Bagian Victoria Libatkan Militer Atasi Covid-19

Warga yang melanggar aturan bakal menghadapi denda baru yang berat.

Pejalan kaki bermasker melintas di psat bisnis Melbourne, Australia, Rabu (22/7). Pemerintah Australia melaporkan rekor baru kasus Covid-19 di Victoria dan memicu kekhawatiran gelombang kedua.
Foto: James Ross/AAP Image via AP
Pejalan kaki bermasker melintas di psat bisnis Melbourne, Australia, Rabu (22/7). Pemerintah Australia melaporkan rekor baru kasus Covid-19 di Victoria dan memicu kekhawatiran gelombang kedua.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Negara Bagian Victoria pada Selasa mengatakan akan melibatkan personel militer untuk menjalankan perintah isolasi Covid-19. Siapa saja yang melanggar aturan bakal menghadapi denda baru lebih berat.

Negara bagian terpadat kedua Australia itu sebelumnya memberlakukan jam malam, memperketat pembatasan mobilitas harian masyarakat serta memerintahkan penutupan sebagian besar ekonomi lokal guna memperlambat penyebaran virus Corona.

Baca Juga

Akan tetapi hampir sepertiga dari mereka yang terinfeksi Covid-19 tidak melakukan isolasi di rumah begitu diperiksa oleh petugas. "Karena itu mengharuskan hukuman baru yang lebih berat," kata kepala pemerintahan Victoria, Daniel Andrews, Selasa.

Andrews menyebutkan 500 personel militer pekan ini akan diterjunkan ke Victoria guna memperkuat perintah isolasi mandiri, dengan denda hampir 5.000 dolar Australia (sekitar Rp52 juta) atas pelanggaran perintah tetap di rumah. Pengecualian yang berlaku hanya untuk perawatan medis mendesak.

"Secara harfiah tidak ada alasan bagi Anda untuk meninggalkan rumah dan jika anda pergi dari rumah dan tidak ditemukan di sana, anda bakal kesulitan untuk meyakinkan polisi Victoria bahwa anda memiliki alasan yang sah," kata Andrews kepada awak media di Melbourne.

Pada Selasa Victoria melaporkan 439 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Menurut Andrews, sejak Senin 11 orang meninggal karena virus corona. Australia mencatat hampir 19 ribu kasus COVID-19 dan 232 kematian, jauh lebih sedikit dibanding banyak negara berkembang lainnya.

sumber : Reuters/Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement