REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Menteri Kesehatan Libanon mengatakan, korban meninggal dari ledakan besar di Beirut pada Selasa (4/8) melonjak menjadi 50 orang. Sementara lebih dari 2.700 lainnya dilaporkan mengalami luka. Laporan itu direvisi menteri dari jumlah sebelumnya.
Meski demikian, hingga kini masih belum jelas apa penyebab ledakan tersebut. Dari video yang beredar dan laporan, kejadian awal terlihat dengan adanya asap mengepul dari api sebelum ledakan besar. Ledakan tersebut diikuti oleh adanya awan jamur.
Akibat ledakan itu, berbagai fasilitas dilaporkan hancur. Termasuk layanan Rumah Sakit yang masih kewalahan menerima korban.
Dari pantauan BBC, di tempat kejadian disebutkan kerusakan sangat parah. Bahkan cukup hebat untuk meluluh lantakan pelabuhan Beirut, selain dari banyaknya korban akibat ledakan itu.
Tak hanya itu, ledakan tersebut juga terjadi di saat yang sensitif bagi Lebanon. Utamanya karena krisis ekonomi yang memicu perpecahan sejak lama. Ketegangan juga semakin tinggi menjelang putusan dalam persidangan atas pembunuhan mantan Perdana Menteri Rafik Hariri pada 2005.
Berdasarkan informasi, ledakan besar itu terdengar hingga 240 km (150 mil) jauhnya di pulau Siprus di Mediterania timur.
Tuntut Tanggung Jawab
Perdana Menteri Hasan Diab menyebut ledakan itu sebagai malapetaka. Dirinya juga akan menuntut siapapun pihak terkait ledakan itu untuk bertanggung jawab
Berbicara gudang berbahaya, kata dia, memang telah ada di lokasi ledakan itu sejak 2014. Namun demikian, pihaknya menegaskan akan tetap melakukan penyelidikan.
Mengutip media lokal, berbagai laporan menunjukkan orang-orang yang terjebak di antara puing-puing. Seorang saksi mata juga menggambarkan ledakan pertama itu yang ia sebut memekakkan telinga. Dari rekaman video lainnya, menunjukkan mobil yang rusak dan bangunan yang hancur akibat ledakan.
"Semua bangunan di sekitar sini runtuh. Di mana-mana saya berjalan melalui kaca dan puing-puing dalam kegelapan," seorang saksi mata di dekat pelabuhan mengatakan kepada kantor berita AFP.
Dalam akun Twitter resmi, Presiden Michel Aoun menyerukan, pertemuan darurat Dewan Pertahanan Tertinggi. Menanggapi hal tersebut, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson juga membuat kicauan di akun resminya.
"Gambar-gambar dan video dari Beirut malam ini mengejutkan. Semua pikiran dan doa saya adalah dengan orang-orang yang terperangkap dalam insiden mengerikan ini. Inggris siap memberikan dukungan dengan cara apa pun yang kami bisa, termasuk kepada warga negara Inggris yang terkena dampak." ungkap Boris