REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Google menyatakan telah menghapus lebih dari 2.500 saluran YouTube yang terkait dengan China. Hal ini sebagai bagian dari upayanya untuk menghilangkan disinformasi pada platform berbagi video tersebut. Google mengatakan bahwa saluran tersebut telah dihapus antara April dan Juni.
"Saluran-saluran di Youtube tersebut umumnya memposting spam, konten non-politik, tetapi sebagian kecil menyentuh politik," kata Google dalam buletin triwulanan tentang operasi disinformasi, dilansir di The Guardian, Kamis (6/8).
Laporan ini muncul ketika ketegangan antara AS dan China mengenai teknologi dan media sosial meningkat menjelang pemilihan umum AS. Pada hari Rabu (5/8), Gedung Putih mengatakan, sedang meningkatkan upaya untuk membersihkan aplikasi China yang tidak dipercaya dari jaringan digital AS.
Gedung Putih menyebut aplikasi video pendek milik China, TikTok, dan aplikasi messenger WeChat sebagai ancaman signifikan. TikTok menghadapi tenggat waktu 15 September untuk menjual operasinya di AS ke Microsoft atau akan dilarang secara langsung.
Menjelang pemilihan presiden pada November mendatang, hubungan AS-China berada pada titik terendah dalam beberapa dekade. Ketegangan terjadi karena pandemi virus corona, pembangunan militer China di Laut China Selatan, peningkatan kendali atas Hong Kong dan perlakuan terhadap Muslim Uighur, serta surplus perdagangan besar-besaran Beijing dan persaingan teknologi.
Sementara, dalam wawancara dengan kantor berita negara Xinhua pada hari Rabu, Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, menuduh Menteri Luar Negeri AS mencoba 'menarik tirai besi' dan menciptakan perpecahan baru. Wang Yi menyebut tindakan terhadap TikTok sebagai kasus bullying .
"Siapapun dapat melihat dengan jelas bahwa tujuan AS adalah untuk melindungi posisi monopoli dalam teknologi dan untuk merampas hak pembangunan yang semestinya ada di negara lain," kata Wang.