REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerang lawan politiknya pada pemilihan presiden bulan November mendatang. Trump menyebut Joe Biden 'menentang Tuhan'.
Walaupun mantan wakil presiden itu kerap mengatakan agama Katolik yang ia anut memandu tindakannya sebagai pejabat publik. Dalam jajak pendapat baru-baru ini Biden lebih unggul di bandingkan Trump.
Trump sendiri berusaha mendapatkan suara dari pemilih tradisional di negara bagian independen. Sebab pandemi virus Corona mengancam kesempatannya kembali menjabat di periode kedua.
Serangan Turmp disampaikan saat bertemu sekelompok orang di bandara Cleveland. Trump melanjutkan pidato bergaya kampanye di pabrik Whirlpool, Clyde, Ohio.
"Di mengikuti agenda radikal-kiri; mengambil senjata api Anda, menghancurkan Amandemen Kedua, tidak ada agama, tidak ada apa-pun, melukai Alkitab, melukai Tuhan, ia menentang Tuhan," kata Trump di Cleveland, seperti dilansir dari South China Morning Post, Jumat (7/8).
Amandemen Kedua Konstitusi AS memberikan hak pada warga negara untuk memiliki dan menyimpan senjata api. Trump tidak menjelaskan serangannya terhadap Biden. Tapi tuduhannya dapat memperkuat kelompok Kristen protestan konservatif Amerika terhadapnya.
Trump tampaknya berusaha merusak pandangan kelompok Kristen terhadap Biden. Bila terpilih Biden akan menjadi presiden Katolik kedua setelah John Kennedy yang terpilih pada tahun 1960. Dalam pernyataannya Biden mengatakan serangan Trump 'memalukan' dan agama adalah fondasi dasar hidupnya.
"Komentar Presiden Trump mengungkapkan lebih banyak dirinya dibandingkan siapa pun, komentar-komentar itu menunjukan pada kami seseorang yang bersedia merendahkan diri demi kepentingan politik dan seseorang yang aksi-aksinya sepenuhnya bertentangan dengan nilai-nilai dan agama yang ia percayai," kata Biden.
Pew Research Centre mengungkapkan lebih dari sepertiga warga Amerika menganut agama Kristen atau agama lainnya. Respon pemerintah AS terhadap pandemi virus Corona yang rata-rata menewaskan 1.000 warga AS per hari mengguncang dukungan terhadap Trump.