REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Puluhan anggota parlemen Lebanon menawarkan mundur sebagai cara memprotes performa pemerintah. Media lokal juga melaporkan menteri lainnya dan penasihat Perdana Menteri Hassan Diab juga diperkirakan akan mundur.
Diab dilaporkan bertemu dengan menteri-menteri di kabinetnya untuk membahas pengunduran diri itu. Tapi tidak ada komentar apa-apa usai rapat.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Lebanon mengundurkan diri saat negara itu dilanda gelombang unjuk rasa. Manal Abdel-Samad mundur dari jabatannya setelah masyarakat turun ke jalan.
Masyarakat Lebanon marah pada pemerintah yang dianggap korup dan tidak mampu mengelola pemerintahan. Pengunjuk rasa meminta elite penguasa mundur setelah ribuan ton amonium nitrat meledak di pelabuhan Beirut.
Peristiwa itu menewaskan 160 orang dan melukai hampir 6.00 lainnya. Ledakan itu juga membuat banyak warga Beirut kehilangan rumah mereka.
"Mengingat besarnya bencana yang disebabkan gempa bumi Beirut yang mengguncang bangsa dan melukai hati dan pikiran kami, dan untuk menghormati para martir, dan luka yang terluka, hilang dan mengungsi, dan merespons keinginan masyarakat pada perubahan, saya mengundurkan diri dari pemerintahan," kata Samad dalam surat pengunduran dirinya, Ahad (9/8).
Lebanon pernah didera perang sipil selama 15 tahun dan sangat sedikit pemimpin perang yang dibawa pengadilan. Masih banyak komandan-komandan pertempuran perang sipil itu yang duduk di kursi pemerintah atau memimpin faksi politik yang berkuasa.
Duta Besar Prancis untuk Lebanon Bruno Foucher mengatakan negaranya akan terlibat dalam penyelidikan ledakan Beirut yang terjadi pada Rabu (5/8) itu. Di media sosial Twitter, Foucher mencicit sebanyak 46 petugas Prancis terlibat dalam penyelidikan yudisial.
Para jaksa Prancis memulai menggelar penyelidikan setelah seorang warga Prancis, Jean-Marc Bofils tewas dalam ledakan tersebut. Dalam cicitannya, Foucher mengatakan penyelidikan ini 'dijamin imparsial dan cepat'.