Kamis 13 Aug 2020 19:45 WIB

Jepang Khawatir atas Situasi Hong Kong

Penangkapan aktivis membuat kebebasan berbicara dan pers di Hong Kong dipertanyakan

Red: Nur Aini
Pemilik media di Hong Kong, Jimmy Lai, ditangkap oleh petugas
Foto: EPA
Pemilik media di Hong Kong, Jimmy Lai, ditangkap oleh petugas

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi mengatakan bahwa penangkapan aktivis pro demokrasi Hong Kong Agnes Chow dan taipan media Jimmy Lai menimbulkan pertanyaan tentang kebebasan berbicara dan pers di Hong Kong, dan kekhawatiran Tokyo atas situasi tersebut semakin meningkat.

Chow, dibebaskan dengan jaminan setelah penangkapannya di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru. Dia sebelumnya berterima kasih kepada warga Jepang atas dukungan mereka, mendesak mereka untuk tidak melupakan Hong Kong.

Baca Juga

"Keprihatinan besar Jepang mengenai situasi di Hong Kong semakin kuat," kata Motegi, berbicara dari Singapura kepada wartawan melalui sistem daring, Kamis.

Pemerintah Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah berhati-hati mengomentari situasi di Hong Kong, dalam upaya menjaga hubungan dengan Beijing secara seimbang.

Penangkapan Chow (23 tahun), seorang penutur bahasa Jepang fasih yang sering mengunggah cicitan dalam bahasa Jepang dan telah dijuluki "dewi demokrasi" oleh media Jepang, menjadi berita utama minggu ini di negara itu, di mana tagar #FreeAgnes menjadi tren di Twitter .

"Terima kasih banyak," kata Chow dalam segmen singkat berbahasa Jepang dari video berbahasa Mandarin, sekitar 24 jam setelah pembebasannya pada Selasa malam (11/8).

“Saya berharap masyarakat Jepang tetap memperhatikan Hong Kong,” ia menambahkan.

Sekelompok anggota parlemen lintas partai, termasuk anggota Partai Demokrat Liberal yang mendukung Abe, mengutuk penangkapan tersebut, mendesak pemerintah untuk menolak permintaan bukti berdasarkan undang-undang keamanan, dan untuk mengurangi pembatasan visa bagi penduduk Hong Kong. Pemerintah Hong Kong yang didukung Beijing menyebut pernyataan kelompok itu tidak benar dan tidak pantas.

Tindakan keras terhadap oposisi pro demokrasi di Hong Kong telah menuai kecaman internasional dan menimbulkan kekhawatiran akan kebebasan yang dijanjikan oleh Beijing di bawah model "satu negara, dua sistem". Pemerintah kota dan otoritas China mengatakan undang-undang tersebut diperlukan untuk memulihkan ketertiban setelah seringkali terjadi protes anti pemerintah yang disertai kekerasan tahun lalu.

Chow terakhir kali mengunggah cuitan di akun Twitter berbahasa Jepang pada tanggal 30 Juni, mengatakan, "Selama kita hidup, masih ada harapan."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement