REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pengadilan Khusus untuk Lebanon yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) akan diadakan Selasa (18/8). Pengadilan itu dilakukan untuk membahas kasus pembunuhan bom truk mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri di Beirut 15 tahun lalu oleh kelompok Hizbullah.
Putusan pengadilan yang diadakan di Den Haag, Belanda ini diperkirakan akan semakin menambah ketegangan di Lebanon. Sebab, ledakan yang menewaskan Hariri dan 21 orang lainnya pada 14 Februari 2005 menjadi perkara dua kelompok yang berseberangan. Hariri adalah politikus Sunni paling terkemuka di Lebanon saat itu, sedangkan Hizbullah yang didukung Iran adalah kelompok Syiah.
Ketegangan antara Sunni dan Syiah di Timur Tengah telah memicu konflik mematikan di Suriah, Irak, dan Yaman dan dalam skala yang lebih kecil di Lebanon. Beberapa orang Lebanon melihat pengadilan sebagai cara yang tidak memihak untuk mengungkap kebenaran tentang pembunuhan Hariri. Sementara Hizbullah menyebutnya sebagai rencana Israel untuk menodai kelompok tersebut.
Michael Young dari Carnegie Middle East Center menulis baru-baru ini bahwa putusan akan tampak seperti catatan tambahan untuk buku yang sudah tidak dicetak lagi. Kondisi ini melihat empat orang terdakwa hingga saat ini pun masih buron.
"Investigasi PBB dengan gemilang pernah disebut sebagai mekanisme untuk mengakhiri impunitas. Ternyata justru sebaliknya," kata Young.
Young mengatakan mereka yang diyakini telah melakukan pembunuhan itu hampir tidak mengambil risiko apa pun hingga saat ini. Namun bagi orang lain, terutama mereka yang lebih dekat dengan kekerasan yang telah melanda Lebanon, putusan tersebut masih memiliki arti penting.
"Ini akan menjadi momen yang luar biasa. Tidak hanya bagi saya sebagai korban tetapi bagi saya sebagai orang Lebanon, sebagai orang Arab, dan sebagai warga negara internasional yang mencari keadilan di mana-mana," kata mantan legislator terkemuka dan mantan Menteri Kabinet Marwan Hamadeh, yang terluka parah dalam ledakan.
Hamadeh mengatakan mereka yang membunuh Hariri berada di balik upaya pembunuhan itu. Pengadilan telah mendakwa salah satu tersangka pembunuhan Hariri dengan keterlibatan dalam upaya pembunuhan Hamadeh. Dia pun mengundurkan diri sebagai anggota parlemen sebagai protes sehari setelah ledakan pelabuhan Beirut pada 4 Agustus.
Hariri terbunuh oleh bom truk bunuh diri di jalan raya tepi pantai di Beirut yang menewaskan dia dan 21 orang lainnya, serta melukai 226 orang. Pembunuhan itu dilihat oleh banyak orang di Lebanon sebagai pekerjaan Suriah.
Suriah membantah terlibat dalam pembunuhan Hariri. Menyusul protes pembunuhan pasca-Hariri, Damaskus terpaksa menarik ribuan pasukan dari Lebanon, mengakhiri dominasi tiga dekade di tetangganya yang lebih kecil.
Pengadilan tersebut dibentuk pada 2007 di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB karena perpecahan yang mendalam di Lebanon. Penyelidikan dan persidangan menghabiskan biaya sekitar 1 miliar dolar AS dengan Lebanon membayar 49 persen, sementara negara lain membayar sisanya.
Langkah awal, lima tersangka diadili secara in absentia dalam kasus tersebut, semuanya anggota Hizbullah. Salah satu komandan militer tertinggi kelompok Mustafa Badreddine tewas di Suriah pada 2016 dan dakwaan terhadapnya dibatalkan.
Tersangka lainnya adalah Salim Ayyash atau Abu Salim, Assad Sabra, Hassan Oneissi atau Hassan Issa, dan Hassan Habib Merhi. Mereka didakwa melakukan pelanggaran termasuk persekongkolan untuk melakukan tindakan teroris dan terancam hukuman penjara seumur hidup jika terbukti bersalah. Hukuman tidak akan diumumkan pada persidangan Selasa, tetapi akan ditentukan pada sidang nanti.
Keempat terdakwa tidak pernah ditahan meskipun ada perintah penangkapan internasional. Sedangkan Hizbullah telah bersumpah untuk tidak pernah menyerahkan tersangka.
Pemimpin Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrallah, pekan lalu bersikeras bahwa para tersangka tidak bersalah. "Bagi kami seolah-olah tidak pernah dikeluarkan," katanya tentang putusan tersebut. Nasrallah memperingatkan upaya untuk mengeksploitasi putusan secara internal dan eksternal untuk menargetkan kelompok.
Mantan Perdana Menteri Saad Hariri, putra almarhum Hariri, mengatakan dia akan membuat pernyataan terkait putusan itu setelah diumumkan. "Keadilan harus menang terlepas dari harga yang dibayar," ujarnya.
Sejak pembunuhan pada 2005, beberapa pejabat tinggi keamanan Suriah dan Hizbullah telah terbunuh. Menurut beberapa pendukung pengadilan, kondisi ini hasil likuidasi untuk menyembunyikan bukti.