REPUBLIKA.CO.ID ANKARA -- Kepala parlemen Turki pada Sabtu mengecam perjanjian baru antara Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel untuk menormalisasi hubungan kedua negara.
"Membuat kesepakatan dengan Israel adalah tindakan tercela. Negara yang menduduki wilayah Palestina, bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini mengkhianati perjuangan Palestina," kata Mustafa Sentop. "Saya mengutuk Uni Emirat Arab."
Sentop juga mengkritik sikap Prancis di Mediterania Timur.
Dia mengatakan Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang sedang berada dalam masalah politik, mencoba bergerak ke arah politik dalam negeri. "Tapi saya kira dia tidak memiliki gambaran yang serius tentang konsekuensi dari pelanggaran hukum internasional nanti," kata dia.
Beralih ke Afrika utara, Sentop menggarisbawahi bahwa Turki adalah satu-satunya negara yang secara sah hadir di Libya menurut hukum internasional. Dia menekankan bahwa semua negara, terutama Prancis, harus menghormati perdamaian di dunia dan khususnya di kawasan dan hukum internasional.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan UEA dan Israel pada Kamis, sebagai sebuah langkah untuk mencegah rencana Israel mencaplok sebagian besar Tepi Barat.
Pernyataan bersama dari AS, UEA, dan Israel mengatakan "terobosan" itu akan mempromosikan "perdamaian di kawasan Timur Tengah dan merupakan bukti diplomasi dan visi yang berani dari ketiga pemimpin," mengacu pada Trump, Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed al-Nahyan, dan Netanyahu.
Israel akan "menangguhkan" rencana mencaplok Tepi Barat yang diduduki "dan memfokuskan upayanya sekarang pada perluasan hubungan dengan negara-negara lain di dunia Arab dan Muslim," menurut pernyataan itu.
"Amerika Serikat, Israel dan Uni Emirat Arab yakin bahwa terobosan diplomatik tambahan dengan negara lain dimungkinkan, dan akan bekerja sama untuk mencapai tujuan ini," tambah dia.
Perkembangan itu menandai ketiga kalinya sebuah negara Arab membuka hubungan diplomatik penuh dengan Israel, Emirates sekarang menjadi negara Teluk Arab pertama yang melakukannya.
Negara Arab lainnya yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel adalah Mesir dan Yordania.