REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Penembakan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada Maret 2019 telah direncanakan selama bertahun-tahun. Hal itu terungkap dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tinggi Selandia Baru pada Senin (24/8).
Dalam persidangan, pelaku penembakan, yakni Brenton Tarrant (29 tahun) turut dihadirkan. Menurut jaksa penuntut Barnaby Hawes, Tarrant telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk membeli senjata api, mempelajari tata letak masjid yang menjadi target dengan menerbangkan pesawat nirawak (drone) di atasnya, dan mengatur waktu serangan guna memaksimalkan korban.
Dua bulan sebelum serangan dilakukan, Tarrant sempat menerbangkan drone di atas Masjid Al Noor. Ia fokus pada titik masuk dan keluar bangunan.
Aksi penembakan terjadi pada 15 Maret 2019. Masjid Al Noor adalah masjid pertama yang diserang oleh Tarrant. Setelah menembaki para jamaah di sana, dia bergerak ke masjid kedua dan melakukan hal serupa.
Tarrant ditangkap saat sedang dalam perjalanan menuju masjid ketiga. Serangan brutal Tarrant menyebabkan 51 orang tewas.
Sebagian besar korban adalah jamaah Masjid Al Noor. Menurut Barnaby Hawes, Tarrant memang ingin menciptakan ketakutan di antara populasi Muslim di Selandia Baru.
“Dia bermaksud untuk menanamkan rasa takut pada orang-orang yang dia gambarkan sebagai penjajah, termasuk populasi Muslim atau lebih umumnya imigran non-Eropa,” ujar Hawes.
Menurut Hawes, Tarrant menyatakan penyesalan karena tidak membunuh lebih banyak Muslim. Dia bahkan memiliki rencana untuk membakar masjid. Hakim Pengadilan Tinggi Cameron Mander mengungkapkan telah menerima 200 pernyataan dampak korban bersama dengan pengajuan dari berbagai organisasi. “Saya telah membaca semuanya,” ujarnya.
Mander mengatakan vonis terhadap Tarrant tidak akan diambil sebelum para penyintas dan anggota keluarga korban memiliki kesempatan berbicara di pengadilan. Kendati demikian, hukuman terhadap Tarrant diperkirakan bakal dijatuhkan pada Kamis (27/8) mendatang.
Tarrant telah mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan melakukan tindakan terorisme. Dia menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup dengan kemungkinan kecil pembebasan bersyarat.
Pembunuhan membawa hukuman wajib seumur hidup di penjara. Hakim dapat menjatuhkan vonis penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat, hukuman yang belum pernah digunakan di Selandia Baru.