REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada Senin (24/8) bahwa angkatan laut negaranya tidak akan mundur seiring dengan Yunani yang "menanam kekacauan" di laut Mediterania bagian timur, di mana kedua negara sama-sama mengklaim wilayah.
"Pihak yang menempatkan Yunani di hadapan angkatan laut Turki tidak akan berdiri di belakang mereka," kata Erdogan usai rapat kabinet, menambahkan bahwa Pemerintah Yunani tidak berhak mengirim Navtex, peringatan navigasi dan cuaca maritim, di area yang diklaim oleh Turki.
"Yunani telah mengumumkan Navtex milik mereka sendiri dengan melanggar hukum dan cara yang tak elok. Dengan pendekatan ini, Yunani telah menanam sebuah kekacauan yang tidak akan bisa dihindari olehnya," ujar Erdogan.
Turki memperpanjang misi kapal Oruc Reis untuk survei eksplorasi sumber daya alam di kawasan Mediterania bagian timur hingga 27 Agustus, sehingga meningkatkan ketegangan di wilayah sengketa tersebut. Yunani sendiri menyebut survei itu ilegal.
Juru bicara Pemerintah Yunani Stelios Petsas, juga pada Senin, menyatakan bahwa Yunani telah meluncurkan Navtex yang memiliki tenggat waktu pada tanggal yang sama, 27 Agustus.
"Yunani merespons secara tenang dan dengan kesiapan dalam hal diplomatik maupun level operasional. Dan dengan kepercayaan diri bangsa, kami melakukan apa saja yang diperlukan untuk mempertahankan hak atas kedaulatan kami," kata Petsas.
Turki dan Yunani, keduanya merupakan sekutu dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), belakangan ini dengan keras saling menyatakan ketidaksetujuan terhadap klaim sumber daya hidrokarbon di Mediterania yang dilakukan masing-masing pihak.
Secara terpisah, Kementerian Pertahanan Turki menyebut latihan maritim mereka yang melibatkan kapal-kapal Turki dan angkatan laut sekutu akan dilakukan di Mediterania pada 25 Agustus ini.