REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mengatakan saat ini belum ada alasan untuk menggelar penyelidikan mengenai penyebab sakitnya oposisi pemerintah Alexei Navalny yang diduga diracun. Sebab, kesimpulan diagnosis klinik Jerman mengenai serangan racun belum selesai.
Setelah dokter-dokter Jerman menemukan indikasi adanya zat racun di tubuh Navalny. Pada Senin (24/8) lalu, Kanselir Jerman Angela Merkel meminta Rusia menyelidiki dugaan serangan racun terhadap Navalny dan menyeret pelakunya ke pengadilan.
Namun, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kesimpulan hasil diagnosa klinik Jerman belum selesai. Ia mengatakan belum diketahui zat yang menyebabkan Navalny sakit.
Ia menambahkan tidak jelas mengapa dokter-dokter Jerman 'terburu-buru' menggunakan kata diracun. Peskov mengatakan bila sudah jelas alasan Navalny sakit adalah serangan racun maka penyelidikan pun akan digelar.
"Jika zat sudah diidentifikasi dan bila sudah jelas itu serangan racun, maka tentu ada alasan untuk menggelar penyelidikan," kata Peskov dalam konferensi pers, Selasa (25/8).
Para dokter yang merawat Navalny rumah sakit Charite di Berlin mengindikasi kritikus Presiden Vladimir Putin itu diracun selama berada di Siberia. Mereka menemukan jejak zat yang menurunkan aktivitas enzim cholinesterase pada tubuhnya.
Namun Kepala toksikologi kota Omsk, Rusia, Alexander Sabayev mengatakan saat masuk rumah sakit Omsk, Navalny diperiksa berbagai macam narkoba, zat sintetik, psikodiletik dan obat-obatan termasuk zat penurun cholinesterase, tapi semuanya negatif.
Menurut Sabayev, Navalny tidak memiliki gejala spesifik yang menunjukkan ada zat penghambat aktivitas cholinesterase di tubuhnya. Navalny mengalami kondisi kesehatan akut pada Kamis (20/8) pekan lalu dan koma dalam penerbangan domestik di Rusia.
Selama lebih dari sepuluh tahun terakhir Navalny menjadi kritikus yang cukup merepotkan bagi Kremlin. Ia memobilisasi pengunjuk rasa yang sebagian besar anak muda dan mengekspos apa yang ia sebut gratifikasi tingkat tinggi.
Pihak berwenang Rusia berulang kali menahannya karena menggelar pertemuan publik dan unjuk rasa. Navalny juga berulang kali digugat karena penyelidikannya terhadap kasus-kasus korupsi. Ia dilarang ikut pemilihan presiden 2018.