REPUBLIKA.CO.ID, DETROIT -- Calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat Joe Biden menyalahkan Presiden Donald Trump atas kekerasan yang terjadi di Portland, Oregon. Ia meminta Trump berhenti 'dengan ceroboh mendorong' kekerasan di sana.
"Saya mengecam segala bentuk kekerasan yang dilakukan siapa pun, baik kiri atau kanan, saya menantang Donald Trump untuk melakukan hal yang sama. Kami tidak boleh menjadi negara yang berperang melawan dirinya sendiri," kata Biden dalam pernyataannya, Senin (31/8).
Hal ini disampaikan setelah satu orang tewas terbunuh dalam bentrokan antar dua kelompok yang berselisih. Sejak laki-laki kulit hitam George Floyd dibunuh polisi pada Mei lalu, AS diguncang gelombang unjuk rasa anti-rasialisme dan brutalitas polisi.
Selama tiga bulan terakhir hampir setiap hari ada unjuk rasa yang digelar di Portland. Polisi mengatakan mereka melakukan penangkapan setelah satu orang tewas ditembak pada Sabtu (29/8) lalu.
"Apa yang Presiden Trump pikir akan terjadi jika ia terus mengipasi api kebencian dan perpecahan di antara masyarakat kami sendiri dan menggunakan politik ketakutan untuk menghasut pendukungnya? Ia dengan ceroboh mendorong kekerasan," tambah Biden.
Politisi dari Partai Republik membantah Trump menyemangati kekerasan dengan retorika-retorikanya. Mereka mengatakan ia ingin mengembalikan ketertiban dan keamanan.
Para politisi Republik menuduh wali kota dari Partai Demokrat kehilangan kendali terhadap unjuk rasa yang menurut mereka penuh kekerasan, pembakaran, dan vandalisme. Penasihat senior Trump, Jason Miller. mencela Biden di Twitter.
"(Biden) duduk diam selama berbulan-bulan, menolak mengecam kekerasan dan kekacauan di kota yang dipimpin sekutu-sekutu Partai Demokratnya," cicit Miller.
Trump menekan 'ketertiban dan keamanan' untuk memotivasi basis politik dan memperluas dukungan terhadapnya. Menjelang pemilihan presiden November mendatang jajak pendapat menemukan Biden lebih unggul dibandingkan Trump.